JAKARTA, iNewsBekasi.id - Suatu hari di kota di tempat tinggal Abu Nawas heboh karena ada tabib baru yang mengaku sakti. Sang tabib tersebut bahkan sesumbar dapat mengobati penyakit apa saja, yang mana hal itu membuat rumahnya kedatangan ratusan pasien.
Akan tetapi, tabib itu cuma seorang penipu. Dia memakai keahlian sulapnya untuk menipu masyarakat.
Hal inilah yang membuat warga makin percaya pada kesaktian palsu sang tabib palsu. Ada juga pasien yang tidak kunjung sembuh. Namun karena rayuan manis sang tabib palsu, ia selalu menuruti perkataannya agar kembali berobat.
Sampai pada suatu ketika Abu Nawas jatuh sakit yang tidak kunjung sembuh. Atas saran sang istri, Abu Nawas disuruh berobat ke tabib tersebut. Kala itu Abu Nawas belum tahu kalau tabib tersebut adalah seorang penipu. Ia pun menuruti saran istrinya. Namun, sudah tiga kali berobat sakit Abu Nawas tidak kunjung sembuh.
Padahal, sekali berobat bayarnya 100 dinar dan Abu Nawas sudah menghabiskan 300 dinar tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kesembuhan pada dirinya. Akibatnya, Abu Nawas mulai curiga jangan-jangan tabib itu seorang penipu.
Seiring berjalannya waktu, Abu Nawas pun sudah sehat seperti sedia kala. Lalu terbersit dalam benaknya untuk mengerjai tabib palsu tersebut.
"Aku harus mendapatkan 300 dinar-ku, tapi bagaimana caranya ya?" tanya Abu Nawas dalam hati, dikutip dari kanal YouTube Juha Official.
Setelah lama berpikir, akhirnya Abu Nawas menemukan ide cemerlang. Keesokan harinya dia membuka praktik pengobatan di depan rumahnya, lengkap dipasang papan yang bertuliskan, "Sembuh bayar 100 dinar, kalau tidak sembuh uang kembali 1.000 dinar."
Para pasien yang rencananya berobat ke tabib palsu, mendadak memilih datang ke rumah Abu Nawas. Rumah Abu Nawas pun penuh sesak oleh pasien.
Entah karena kebetulan atau bagaimana, hampir semua pasien yang diobati berhasil disembuhkan. Sementara di rumah tabib palsu terlihat sepi, tidak ada seorang pasien pun yang datang.
"Hari ini kenapa sepi sekali?" tanya sang tabib dalam hati.
Selang beberapa lama datanglah asistennya dan mengabarkan berita tentang klinik Abu Nawas. "Tuan, Abu Nawas sekarang buka praktik pengobatan," kata asistennya melaporkan.
"Benarkah?" tanya sang tabib.
"Benar tuan, di rumah Abu Nawas ramai sekali pasien datang. Itulah kenapa hari ini di rumah tuan sepi pasien," jawab asistennya.
"Bukan masalah sakti atau tidaknya tuan, tapi di depan rumah Abu Nawas terpajang papan yang bertuliskan, 'Sembuh bayar 100 dinar, kalau tidak sembuh uang kembali 1.000 dinar," ujar sang asisten.
"Oh pantas aku hari ini sepi pasien, tapi apa memang benar begitu?" tanya sang tabib penasaran.
"Saya lihat sendiri tuan, tapi anehnya pasien yang berobat ke Abu Nawas hampir semuanya sembuh dari penyakitnya," jawab sang asisten.
Mendengar penuturan asistennya, muncul sifat asli tabib palsu. Ia berencana menipu Abu Nawas.
"Beberapa hari ke depan untuk sementara kita tutup dulu. Biarlah Abu Nawas yang membuka praktik pengobatan," ucap sang tabib kepada asistennya.
"Memangnya kenapa tuan?" tanya asistennya penasaran.
"Aku punya rencana untuk menipu Abu Nawas. Aku pasti akan mendapatkan 1.000 dinar," jawab tabib palsu itu.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya sang asisten bertambah penasaran.
"Begini, aku akan berobat ke tempat Abu Nawas. Aku akan berpura-pura sakit pada indera perasa lidahku. Kalau ditanya sembuh atau tidak, tentu saja aku akan mengatakan tidak, karena yang tahu sembuh atau tidaknya kan hanya aku," paparnya.
"Dengan begitu, aku bisa dapat dengan mudah mendapat 1.000 dinar," kata sang tabib menjelaskan.
Singkat cerita, datanglah tabib palsu itu ke rumah Abu Nawas. "Hai, Abu Nawas. Aku ingin berobat kepadamu," kata sang tabib.
"Bukankah kau seorang tabib? Kenapa malah berobat kemari?" tanya Abu Nawas.
"Iya benar, tapi di tempatku tidak ada obatnya, makanya aku datang ke sini," jawab sang tabib.
"Memangnya kamu sakit apa?" tanya Abu Nawas lagi.
"Begini, Abu Nawas. Entah kenapa lidahku mati rasa. Aku tidak bisa merasakan apa-apa," kata sang tabib berpura-pura mengeluh.
Tapi, Abu Nawas menangkap firasat kurang baik. Ia yakin kalau tabib palsu itu hendak menipunya. "Aku tidak akan tertipu untuk yang kedua kalinya, justru kedatanganmu sudah aku tunggu-tunggu," ucap Abu Nawas dalam hati.
Lalu Abu Nawas menyuruh sang tabib untuk menunggunya di ruang pengobatan. Abu Nawas segera memeras buah jeruk yang sangat asam dan menuangnya ke dalam gelas. Lalu gelas tersebut diberikan kepada sang tabib.
"Ini obatnya sudah jadi, minumlah," ucap Abu Nawas.
Ketika sang tabib meminumnya, mukanya mendadak berkerut menahan rasa kecut. "Kamu menipuku ya? Ini bukan obat, tapi air jeruk yang sangat kecut," kata tabib itu emosi.
"Alhamdulillah, berarti lidahmu sudah tidak lagi mati rasa. Sekarang bayar ongkos berobatnya," pinta Abu Nawas.
"Waduh, aku keceplosan. Gagal rencanaku," pikir sang tabib palsu.
Ia pun terpaksa memberikan uang 100 dinar kepada Abu Nawas. Tapi sang tabib tidak putus asa, ia terus berusaha agar bisa mendapatkan 1.000 dinar.
Hari berikutnya ia kembali mendatangi Abu Nawas. "Hai, Abu Nawas. Aku mau berobat lagi," kata sang tabib palsu.
"Oh, silakan. Apa lidahmu masih mati rasa?" tanya Abu Nawas meledek.
"Bukan, kali ini penyakitnya berbeda," jawab sang tabib.
"Luar biasa, ternyata kamu punya banyak stok penyakit. Kali ini apa penyakitnya?" tanya Abu Nawas lagi.
"Aku hilang ingatan, Abu Nawas," jawab tabib palsu itu.
"Apakah kamu kesandung kasus korupsi? Makanya hilang ingatan," tanya Abu Nawas.
"Enak saja, memangnya aku pejabat," jawab tabib dengan nada protes.
"Baiklah, kamu tunggu di sini sebentar, aku akan mengambilkan obatnya," ucap Abu Nawas.
Tidak berapa lama, Abu Nawas kembali menemui sang tabib palsu. "Ini obatnya, silakan diminum," kata Abu Nawas sambil memberikan gelasnya.
"Aku tidak mau meminumnya, Abu Nawas," ujar sang tabib.
"Lho, memangnya kenapa? Katanya pengin sembuh," ucap Abu Nawas.
"Ini kan perasan air jeruk seperti kemarin, aku tidak mau," kata sang tabib menolak.
“Alhamdulillah, tanpa meminumnya pun kamu sudah sembuh. Sini bayar 100 dinar," pinta Abu Nawas lagi.
"Sudah sembuh? Sudah sembuh apanya? Kamu jangan mengada-ngada, Abu Nawas," protes sang tabib.
"Buktinya kamu masih ingat dengan obat yang kemarin aku berikan itu. berarti sakit hilang ingatanmu sudah sembuh," jelas Abu Nawas.
Untuk kedua kalinya rencana sang tabib palsu mengalami kegagalan. Mau tidak mau, ia harus memberikan uang kepada Abu Nawas.
"Kurang ajar, ternyata Abu Nawas tidak sebodoh yang aku kira," pikir sang tabib.
Tidak terima dengan dua kegagalan yang dialami, tabib palsu itu berpikir keras untuk bisa mengalahkan Abu Nawas. Setelah merenung agak lama, akhirnya ia mendapat ide.
"Aku pasti berhasil," ungkap tabib merasa yakin.
Kali ini ia berpura-pura buta. Si tabib berjalan ke rumah Abu Nawas dengan bantuan tongkat di tangannya.
Setelah tiba, Abu Nawas sempat kaget dengan penuh rasa iba. Abu Nawas bertanya kepada sang tabib, "Apa yang menimpamu dan mengapa kamu bisa seperti ini?"
Si tabib palsu menjawab, "Tolonglah aku, Abu Nawas. Mataku tiba-tiba buta. Sembuhkanlah aku," terangnya.
Tabib itu kemudian dipersilakan masuk dan duduk di ruang pengobatan. Setelah mengamatinya dengan saksama, Abu Nawas akhirnya menyadari bahwa itu adalah tipuan.
Namun, Abu Nawas tidak pernah kehilangan akal. Ia punya cara lain untuk menghadapinya.
"Sepertinya penyakit kebutaanmu sudah sangat parah. Maafkan aku untuk kali ini tidak mampu mengobatinya," ucap Abu Nawas pura-pura sedih.
Mendengar jawaban tersebut, sang tabib langsung kegirangan. Akhirnya bisa mengelabui Abu Nawas. "Terus bagaimana ini, Abu Nawas? Padahal, aku berharap banyak kepadamu," kata sang tabib berpura-pura.
"Iya mau bagaimana lagi, aku tidak mungkin bisa menyembuhkanmu," jawab Abu Nawas.
"Kalau begitu, aku dapat uang 1.000 dinar dong?" tanya tabib palsu itu penuh harap.
"Tentu saja kawan, aku tidak mungkin berdusta," balas Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas masuk ke rumah untuk mengambilkan uang. "Ini uang 1.000 dinar untukmu," ucap Abu Nawas sambil memberikan uangnya.
Tabib palsu itu dengan penuh kegirangan menerima uang tersebut. Tapi setelah uangnya dihitung, ia langsung murka.
"Hei, Abu Nawas, kenapa hanya 10 dinar?" tegas sang tabib palsu dengan emosi.
"Dari mana kamu tahu kalau jumlahnya hanya 10 dinar?" tanya balik Abu Nawas.
"Uangnya memang ada 10, tapi pecahan 1 dinar, bukan 100 dinar! Memangnya aku buta apa?" balas tabib tambah emosi.
"Alhamdulillah. Sekarang kamu sudah sembuh," kata Abu Nawas sambil mengambil kembali uangnya.
"Maksudmu apa, Abu Nawas? Kenapa uangnya diambil lagi?" tanya si tabib kebingungan.
"Lho, kamu kan sudah sembuh. Sini bayar 100 dinar," pinta Abu Nawas.
"Sembuh apanya? Kamu jangan mengada-ngada, Abu Nawas," protes si tabib palsu.
"Bukankah kamu ke sini katanya mengalami kebutaan, tapi kamu bisa membedakan mana pecahan 1 dinar dan mana pecahan 100 dinar. Berarti matamu sudah bisa melihat," jelas Abu Nawas.
Tabib palsu itu tidak bisa berkata apa-apa. Ia pun terpaksa memberikan uang 100 dinar kepada Abu Nawas dan pergi dengan perasaan kecewa.
"Aku kapok berurusan dengan Abu Nawas," ucap si tabib palsu.
Sementara Abu Nawas berhasil mendapat kembali 300 dinar-nya yang pernah diberikan kepada sang tabib palsu sewaktu sakit berobat.
Wallahu a'lam bisshawab.
Artikel ini telah terbit di Okezone dengan judul "Abu Nawas 3 Kali Kerjai Tabib Palsu Sampai Kapok, Untung Ratusan Dinar Juga!".
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait