JAKARTA,iNews.id - Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara mencapai Rp4 triliun sepanjang 2021.
Keberhasilan itu merupakan salah satu pencapaian dan kinerja Bakamla di 2021. "Bakamla RI berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara hingga mencapai Rp4 triliun lebih dari berbagai penindakan seperti penangkapan tanker ilegal, penangkapan IUUF, penangkapan narkoba dan kapal sitaan," ujar Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia dalam keterangan persnya pada pekan lalu.
Aan menjelaskan, output yang telah terlaksana sepanjang 2021 berdasarkan bidang kerja Bakamla antara lain, bidang operasi latihan, bidang kebijakan strategi, bidang kerja sama, bidang informasi, hukum, dan organisasi.
Lantas bagaimana penilaian publik atas pernyataan Bakamla tadi?
Koordinator Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman justru mempertanyakan capaian Bakamla yang mengklaim telah menyelamatkan Rp 4 triliun uang negara. Karena dari tahun 2014 sampai 2019, Bakamla mendapatkan disclaimer atau tidak memberikan pendapat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Badan ini (Bakamla) sangat sulit diaudit masalah transparansi. Sampai banyak proyek yang yang dikerjakan amburadul," ujar Jajang dalam keterangan persnya yang diterima pada Senin (27/12/2021).
Jaiang memaparkan, sampai tahun 2020 Bakamla masih banyak catatan dari BPK meskipun mendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) namun masih banyak catatan.
Klaim Bakamla juga sangat kontradiktif dengan laporannya di Komisi I DPR bahwa jumlah kapal yang beroperasi sangat terbatas belum lagi kesulitan bahan bakar.
"Tapi tiba-tiba di akhir 2021 Bakamla mengklaim telah menyelamatkan Rp 4 triliun uang negara, ajaib memang," tandasnya.
Jajang menuturkan, soal klaim capaian Bakamla tersebut harus dijelaskan secara gamblang oleh Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia, karena posisi Bakamla sendiri tidak seperti Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kepolisian, Kejaksaan atau KPK. Bahkan sekelas APH juga tidak bakal sembarangan mengklaim angka-angka soal temuan kerugian negara karena harus berdasarkan audit BPK.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait