Pidato Terakhir Paus Fransiskus sebelum Wafat, Serukan Akhiri Perang di Gaza

VATIKAN, iNewsBekasi.id - Pidato terakhir Paus Fransiskus sebelum meninggal dunia menarik perhatian masyarakat dunia. Pasalnya, dia menyinggung soal Gaza, di mana dalam pidatonya pada Minggu, Paus yang wafat pada usia 88 tahun ini menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Kepala Gereja Katolik pertama yang berasal dari Amerika Latin selama berabad-abad, menjadi paus pada 2013 ini meninggal di kediamannya di Vatikan, dikonfirmasi pada Senin (21/4/2025).
Paus muncul pada Minggu Paskah dari balkon Basilika Santo Petrus saat seorang ajudan membacakan berkat di mana paus mengutuk "situasi kemanusiaan yang menyedihkan" yang disebabkan serangan Israel di Gaza.
"Saya menyatakan kedekatan saya dengan penderitaan... seluruh rakyat Israel dan rakyat Palestina," ungkap Paus.
Paus yang sempat dirawat di rumah sakit pada Februari karena pneumonia ganda ini menegaskan pesannya untuk perdamaian. "Saya mengimbau pihak-pihak yang bertikai: menyerukan gencatan senjata, membebaskan para sandera dan datang untuk membantu orang-orang yang kelaparan yang mendambakan masa depan yang damai," tuturnya.
Pemimpin 1,4 miliar umat Katolik di dunia itu secara rutin mengecam perang Israel di Gaza sebelum ia dirawat di rumah sakit. Dia menyatakan pada November bahwa serangan Israel itu dapat digolongkan sebagai genosida.
"Menurut beberapa ahli, apa yang terjadi di Gaza memiliki ciri-ciri genosida," tulis Paus dalam buku barunya, Hope Never Disappoints: Pilgrims Towards a Better World.
"Ini harus dipelajari dengan saksama untuk menentukan apakah (situasi) sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum dan organisasi internasional," ujarnya.
Pada Desember, Kementerian Luar Negeri Israel bahkan memanggil duta besar Vatikan, Uskup Agung Adolfo Tito Yllana untuk mengungkapkan kemarahannya atas kritik keras Paus terhadap pelanggaran Israel terhadap warga Palestina. Itu terjadi setelah Paus menuduh Israel melakukan tindakan "kekejaman" dengan menargetkan sekolah dan rumah sakit.
"Anak-anak dibom. Ini kekejaman, bukan perang," ucapnya.
Selama satu setengah tahun perang Israel di Gaza, ia menelepon satu-satunya paroki Katolik di daerah kantong itu setiap hari untuk menyampaikan dukungan dan doa. Ia melanjutkan praktik tersebut saat masih dirawat di rumah sakit setelah pulih sebagian pada Februari.
Editor : Tedy Ahmad