Di Ruang ICU Rumah Sakit, Keluarga Ini Mendapat Sinar Hidayah dan Menjadi Mualaf

Melati Septyana Pratiwi
Keluarga Muslim, Martono dan Agnes. (Foto: YouTube Cerita Nyata Reborn).

KELUARGA beragama Katolik ini memutuskan menjadi mualaf dan memeluk Islam setelah melalui peristiwa yang tak pernah mereka bayangkan sama sekali.

Kisah mualaf ini berawal dari seorang perempuan bernama  Agnes beragama Katolik. Sementara kekasihnya bernama Martono, seorang Muslim.

Agnes tak mau pindah agama saat Martono mengajaknya menikah. Agnes berepagang teguh menolak pindah agama karena tidak ingin berpaling dari agamanya hanya demi manusia. 

Keteguhan Agnes pun menggoyangkan iman Martono.  Demi menikahi Agnes, Martono pun berpindah agama menjadi Katolik dan mereka melangsungkan janji suci di Gereja Ignatius, Magelang, pada 17 Oktober 1982. 

Pasangan tersebut pindah ke Bandung dan dikaruniai tiga anak bernama Adi, Icha, dan Rio. Kehidupan mereka pun serba-berkecukupan hingga bisa menyisihkan sebagian pendapatan untuk pemeliharaan gereja. 

Tidak hanya itu, Agnes dan Martono juga membangun gereja di kawasan dekat tempat tinggal.

Kehidupan berlangsung normal, sampai pada suatu saat salah satu anak mereka, Rio, jatuh sakit. Rio mengalami sakit panas yang tidak kunjung reda. Agnes dan Martono memtuskan memindahkan Rio ke ICU. Dari sini mulai muncul gelagat aneh dari Rio. 

"Udahlah, Pah. Papah saja. Pah, hidup ini hanya berjarak 1 senti, sementara di sana enggak ada batasnya," ujar Rio, dikutip dari kanal YouTube Cerita Nyata Reborn, Selasa (9/11/2021). 

Martono merasa heran mengapa Rio bisa berkata layaknya orang dewasa yang sedang menasihati. Hingga sore hari Rio masih berada di ICU dan mengatakan bahwa ia ingin pulang. Namun, Martono mnegira pulang yang dimaksud adalah pulang ke rumah. Namun ternyata bukan itu yang dimaksud Rio. "Enggak, Pah. Rio mau pulang ke surga. Rio tunggu Papah dan Mamah di Surga," katanya. 

Martono terkejut dan ia merasa ada suara yang menyuruhnya membimbing sang anak mengucapkan dua kalimat syahadat. Akhirnya Martono melakukan hal tersebut sambil menangis. Martono juga mendapat seperti bisikan bahwa anaknya segera berpulang setelah azan Magrib dikumandangkan. Benar saja, Rio meninggal pada 27 Juli 1999 setelah azan Sholat Magrib.

Agnes yang terpukul terus meratapi anaknya. Ia mendapatkan pengalaman aneh saat itu. Agnes seakan melihat Rio menghampirinya dan mengatakan tidak ingin berpulang dengan jas melainkan kain putih. Ketika dirinya memberi tahu salah seorang tetangganya yang Muslim perihal kejadian aneh itu, tetangga Agnes mengatakan bahwa itu adalah sebuah petanda Rio ingin dimakamkan secara Islam. 

Agnes dan Martono sempat berdebat hingga akhirnya memutuskan membalut Rio dengan baju, celana, dan sepatu putih. Rio pun disholatkan oleh mereka yang beragama Islam. Keluarga Agnes yang merupakan penganut Katolik bersikeras ingin Rio dimakamkan secara Katolik. 

Suatu hari, Agnes mendapatkan bisikan aneh terkait rumah dan mobil. "Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan untuk menuju-Nya," begitulah bisikan yang didengar Agnes. Ia pun teringat saat Rio masih TK. 

Rio pernah mengatakan ingin membelikan Mbok Atik mobil. Mbok Atik adalah pengasuh Rio sejak kecil. Agnes sempat bergurau mengapa dirinya tidak dikasih. Rio menjawab bahwa Agnes akan memilikinya sendiri. Mengingat hal tersebut, Agnes meminta Martono mengecek biaya naik haji saat itu. 

Ongkos haji yang dibutuhkan pada tahun itu adalah Rp17.850.000. Saat Agnes membuka uang duka, ia heran ternyata jumlahnya sama dengan ongkos naik haji. Baca juga: Mualaf Cantik Ini Luruskan 5 Kesalahpahaman Masyarakat Barat Terhadap Islam  Agnes pun memberangkatkan Mbok Ati naik haji dari uang duka kepergian Rio. 

Mbok Atik mengaku bertemu Rio di Makkah. Anak itu berpesan agar kepergiannya diikhlaskan, jika sang ibu rindu cukup berdoa saja. Hal ini malah membuat Agnes merasa stres dan harus mendapatkan perawatan psikolog selama 6 bulan. Suatu hari Agnes bermimpi ada pria misterius yang menyuruhnya membuka Alquran Surah Yunus.


Agnes menanyakan kepada teman-temannya yang beragama Islam tentang isi kandungan Surah Yunus. Ia sudah membaca berulang-ulang Surah Yunus tapi tidak mendapatkan jawaban. "Apa sih maunya Tuhan?" ujar Agnes sembari berteriak dan tersungkur ke lantai. 

Rasa dingin dari lantai perlahan membuat perasaan Agnes sedikit tenang dan secara tiba-tiba ia mengucap istigfar. Agnes lantas membuka kembali Surah Yunus dan menemukan ayat ke-49 yang berbunyi: "Katakanlah tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika ajal datang, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak pula mendahulukannya." (QS Yunus Ayat 49) 

Dari berbagai kejadian aneh yang dialami, akhirnya Agnes mempelajari Islam dan berkata, "Ya Allah terimalah aku menjadi seorang Muslim. Aku tak ingin di-Islamkan oleh manusia lain," ujar Agnes. 

Agnes pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan melaksanakan sholat secara sembunyi-sembunyi. Saat itu sang suami masih tetap rajin menjalankan ibadah di gereja. Martono selalu mengajak ke gereja namun Agnes kerap menolak ajakan tersebut dengan berbagai alasan. 

Suatu malam Martono terkejut melihat Agnes sholat dengan celana panjang, jaket, dan syal yang dijadikan kerudung. Martono mulai kebingungan terhadap dirinya sendiri. 

Tanggal 17 Agustus 2002, salah satu anak Agnes bernama Adi mengikuti lomba azan, padahal Adi masih menganut Katolik. Psikolog Agnes yang saat itu hadir di perlombaan mengingatkan Adi untuk menyuarakan bukan hanya untuk orang sekitar tapi juga alam semesta.

Adi ternyata menjuarai perlombaan azan tersebut. Sayang, Martono tidak hadir karena berasalan akan melakukan upacara di kantor. Mengetahui sang anak menang lomba azan, Agnes pun terharu. Namun hal yang menguras emosi tidak hanya sampai di situ, Martono yang semula mengatakan akan mengikuti upacara di kantor ternyata malah melaksanakan sholat di rumah. 

Martono mengakui kepada Agnes bahwa kini dirinya juga telah memeluk Islam. Momen haru tersebut didengar oleh kedua anak mereka, Adi dan Ica, yang akhirnya juga ikut memeluk Islam. Keluarga penganut Katolik tersebut akhirnya resmi menjadi mualaf. Martono bahkan mewakafkan 7 hektare tanah untuk dijadikan Pesantren Baitul Hidayah di Bandung. 

Wallahu a'lam bishawab.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network