JAKARTA, iNews.id - Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya tak bisa lepas dari sosok Brigadir Jenderal Mallaby, pemimpin tentara Inggris yang dikirim untuk melucuti Jepang di Indonesia setelah kekalahan dalam Perang Dunia II.
Pemilik nama lengkap Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby itu tewas di tangan pejuang Indonesia, identitasnya tak diketahui, pada 30 Oktober 1945 setelah mobilnya dicegat di Jembatan Merah, Surabaya.
Jelas saja, kematian pemimpin pasukan Brigade 49 Divisi India itu memicu kemarahan Inggris yang kemudian mengeluarkan ultimatum agar pejuang Indonesia menyerahkan senjata dan mengangkat tangan paling lambat 9 November. Para pejuang Indonesia menolak ultimatum yang disampaikan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal EC Mansergh, hingga terjadilah pertempuran dahsyat yang berlangsung selama 3 pekan.
Mallaby tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945 bersama 6.000 pasukan. Selain melucuti Jepang, misi Mallaby juga mengembalikan Indonesia dari kekuasaan Negeri Matahari Terbit ke pangkuan Hindia Belanda.
Mallaby mendapat perlawanan dari para pejuang hingga puncaknya terjadi pencegatan di dekat Jembatan Merah. Mobil Buick yang ditumpangi Mallaby dicegat pejuang hingga terjadi baku tembak. Mallaby tewas terkena tembakan oleh seorang pemuda yang sampai saat ini identitasnya tidak diketahui.
Bukan hanya itu, mobil Mallaby terbakar akibat ledakan granat yang menyebabkan jenazahnya sulit dikenali. Salah satu petunjuk untuk memastikan jenazah Mallaby adalah dia biasa menggunakan dua jam tangan.
Serangan ini menimbulkan kontroversi karena saat itu dalam masa gencatan senjata. Inggris menuduh para pejuang melakukan siasat licik, apalagi dengan membunuh pemimpin mereka.
Namun, seorang anggota parlemen Partai Buruh Inggris, Tom Driberg, mengatakan Mallaby tidak dibunuh dengan licik oleh pejuang Indonesia. Menurut dia, ada kemungkinan Mallaby memerintahkan pasukannya memulai baku tembak sehingga para pejuang mengira gencatan senjata sudah batal.
Setelah kejadian itu Mayor Jenderal EC Mansergh, pengganti Mallaby, memaksa rakyat Surabaya menyerahkan senjata hingga 9 November 1945 yang memicu pertempuran 10 November.
Jenazah Mallaby dibawa ke Jakarta dan dimakamkan di Pemakaman Kembang Kuning, namun pada 1960-an dipindahkan ke pemakaman Menteng Pulo.
Editor : Anton Suhartono
Artikel Terkait