BEKASI, iNewsBekasi.id- Komisi III DPR RI menyoroti video viral yang merekam seorang siswi SD berusia 10 tahun dianiaya secara sadis oleh pamannya berinisial FR (41) di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Penganiayaan dipicu karena korban dianggap sering mencuri uang neneknya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyesalkan makin maraknya kasus kekerasan terhadap anak. Menurutnya, jajaran pemerintah dan penegak hukum di Indonesia sudah harus lebih maksimal dalam upaya melindungi anak korban kekerasan, mengingat kondisi saat ini yang sudah darurat kekerasan anak.
“Kasus penganiayaan terhadap anak di Indonesia itu masih sangat tinggi dan kian mengkhawatirkan. Kalau saya baca laporannya saja, tahun 2023 lalu tercatat ada belasan ribu kasus. Dan mengingat kecenderungannya yang terus meningkat, saya rasa pemerintah bersama penegak hukum harus mempertimbangkan upaya intervensi baru, yang tidak hanya hukuman pidana bagi pelaku,” kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (12/9/2024).
Politikus Partai Nasdem ini pun mencontohkan, cara mengatasinya yakni dengan memutus akses pelaku kekerasan dari anak yang disiksa dengan memberlakukan larangan komunikasi maupun bertemu dengan korban.
Dijelaskannya bahwa upaya ini telah diterapkan oleh lembaga CPS (Child Protective Services) di Amerika Serikat.
“Di US itu ada CPS di mana kalau sudah sangat membahayakan, negara bisa menyelamatkan anak dari keluarganya dengan cara mengambil anak tersebut dan pengasuhannya dilakukan oleh wali yang dianggap mampu maupun rumah aman binaan pemerintah. Pelaku juga bisa benar-benar dilarang untuk bertemu anaknya. Jadi tak hanya pidana, tapi benar-benar kita jauhkan si anak dari sumber traumanya,” ujarnya.
Sahronin meyakini program ini bisa memberikan efek jera kepada pelaku, karena akses mereka terhadap korban anak-anak telah terputus.
“Jadi selain diproses pidana, pelaku juga tidak bisa bertemu sampai dia benar-benar dinyatakan layak dan korban juga sudah benar-benar sembuh dari traumanya. Selama di bawah CPS, anak akan mendapat layanan penyembuhan, trauma healing dan reintegrasi kembali. Saya rasa negara harus mengatur sedetail ini karena anak-anak adalah masa depan bangsa. Tidak bisa kita punya generasi masa depan yang penuh dengan ketakutan, trauma dan mental yang terluka,” ucap Sahroni.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait