Sugeng Suwagi
Doktor Ilmu Pendidikan, Pemerhati Pendidikan, Guru SMAN 8 Kota Bekasi
MEMPERBICANGKAN tentang karakter saat ini seakan selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik bagi siapapun, tidak hanya dikalangan pejabat penentu kebijakan, pemerhati pendidikan, akademisi, tokoh agama,dan lain sebagainya namun juga terjadi dikalangan masyarakat biasa ditingkat paling bawah sekalipun.
Dikalangan atas penentu, pemerhati, akademisi, tokoh pendidikan sering kita dengan dan lihat dilaksanakannya diskusi-diskusi baik dalam level tertentu sampai level nasional. Ditataran bawah, kita sering mendengar obrolan sederhana pada saat adanya perkumpulan-perkumpulan tidak resmi semisal sedang ronda atau kerja bakti.
Disela-sela kegiatan sering kita dengan keluhan tentang perilaku anak-anak kita yang seakan jauh dari sopan santun dan tata krama, kalau toh ada tidak banyak anak-anak zaman sekarang yang berperilaku sebagaimana pandangan orang-orang tua.
Perbincangan tentang karakter anak bangsa mengacu pada diskusi tentang nilai-nilai moral dan kebijakan yang perlu dibentuk dan dimiliki oleh generasi muda untuk membangun bangsa kedepan.
Diskusi yang berpusat pada pembentukan karakter melalui pendidikan, pengaruh budaya serta peran aktif seluruh elemen bangsa melalui keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Walaupun diskusi, seminar, simposium dan lainnya sering dilaksanakan namun hasilnya belum sesuai dengan harapan.
Bahkan seakan karakter anak-anak bangsa sering menjadi sorotan seiring dengan tingkah laku, karakter, akhlak dan sopan santun, budaya belajar dan lainnya masih dirasa rendah.
Sedangkan di dalam Undang-Undang No. 17/ 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah dikatakan bahwa karakter bangsa Indonesia yang diharapkan adalah kondisi seseorang yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya dan berorientasi iptek berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan YME.
Maka mengacu RKJM tersebut kita dapat membandingkan antara kondisi saat ini dengan harapan, sehingga jawabannya ada pada pengalaman dari kita masing-masing sudahkah seperti yang diharapkan? Kalau jawaban yang kita temukan adalah masih jauh panggang dari api, maka tentunya kita harus melakukan refleksi mengapa ini bisa terjadi? dan apa yang menjadi penyebabnya? serta apa dan bagaimana langkah kita selanjutnya?
Dalam kontek makro permasalahan bangsa yang merupakan produk pendidikan karakter, maka dapat kita lihat dan kita dengar bagaimana dipertontonkan, disajikan, diperlihatkan, dipercontohkan akan perilaku para aparatur bangsa yang konon banyak yang koruptif, berkinerja rendah, para kepala sekolah, kepala dinas, kepala pemerintahan yang bekerja bukan sebagai pelayan masyarakat tetapi malah sebaliknya bahkan banyak yang berorientasi bagaimana cara terus mengamankan kedudukan bukan seharusnya bagaimana terus berinovasi untuk mensejahterakan, membuat kemajuan menjadi patriot bagi seluruh masyarakat dan anak bangsa.
Karakter Anak Bangsa Dulu
Membicarakan anak bangsa zaman dulu sering dikaitkan dengan karakter anak bangsa terutama sebelum dan pada masa pergerakan kemerdekaan, kondisi dimana seluruh elemen anak bangsa terbentuk dari kondisi sosial-politik yang penuh tantangan dan diskriminasi di bawah penjajahan.
Dimana mereka menjadi pribadi yang memiliki nasionalisme dan semangat perjuangan yang tinggi karena pada masa penjajahan seluruh elemen bangsa meerasakan pahit getirnya sebagai bangsa terjajah, baik terjajah secara psikologis dan mental tidak memiliki kebebasan dalam berekpresi, terjajah dalam pendidikan karena hanya orang dari golongan tertentu saja yang berhak menjadapatkan pendidikan, penjajahan ekonomi bahkan semua komoditas dibatasi dengan aturan- aturan yang dibuat secara sepihak oleh kolonial dan penjajahan hak asasi manusia.
Sejarah mencatat bahwa, banyak tokoh pemuda yang sangat patriotik dan tangguh, mereka terlibat dalam perjuangan fisik melawan penjajah, bahkan secara diam-diam menyebarkan berita proklamasi untuk menumbuhkan keberanian rakyat.
Mereka berani mengambil risiko besar demi kemerdekaan. Mereka memiliki keberanian untuk mengambil sikap dan tindakan, seperti para pemuda yang mendesak Soekarno dan Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan, menunjukkan bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan.
Kondisi yang serba terbatas dan sulit di bawah penjajahan membuat mereka terbiasa mandiri dan bekerja keras. Mereka berjuang untuk membebaskan diri dari diskriminasi ekonomi yang menempatkan pribumi sebagai kelas rendahan. Disamping itu rasa senasib sepenanggungan di bawah penjajahan memperkuat semangat persatuan dan gotong royong di antara masyarakat dari berbagai suku, ras, dan agama.
Anak-anak zaman dulu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, walaupun dengan media belajar yang sangat terbatas, kebanyakan hanya mengandalkan buku yang sangat terbatas karena memang akses yang masih minim, namun kondisi tersebut tidak menghentikan mereka untuk menambah pengetahuan dan kemampuannya.
Dalam aspek tertentu kita sering mendengar bahwa karakter anak-anak bangsa jaman dulu menjadi tolok ukur dari sebuah peradapan kapanpun. Bagaimana kita dengar bagaimana bentuk ketaatan, akhlak/ budi pekerti, sikap anak- anak dulu terhadap orang tua, guru, bangsa dan negara yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap bagaimana anak- anak bangsa dulu menghargai simbul- simbul negara, aparat penegak hukum, aparatur sipil negara, menjadi bagian yang mencerminkan karakter anak bangsa saat itu perlu diacungi jempol.
Bagaimana rasa hormat seorang anak kepada orang tua, guru, ulama menjadi simbul karakter yang baik dan pantas untuk terus dilanjutkan. Anak- anak pada masa lalu selalu menjaga akhlak dan sopan santun dimanapun, kapan pun kepada orang tua, guru dan ulama. Bahkan tidak sedikit seorang anak/siswa yang jika bertemu dengan orang tua/guru tidak berani menatap mata secara langsung bahkan dengan cara menunduk dengan penuh rasa hormat dan segan karena khawatir hilang rasa keberkahannya.
Bagaimana cara bertegur sapa anak-anak jaman dulu dengan orang tua/ guru yang selalu menjaga akhlak dan sopan santun menjadi poin positif bagi anak- anak bangsa pada zaman dulu.
Hal ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari harapan dari para pendiri bangsa bahwa manusia Indonesia harus menjadi manusia yang senantiasa berkarakter baik dalam situasi dan kondisi apapun berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan YME.
Karakter Anak Bangsa Kini
Karakter anak bangsa saat ini menunjukkan gambaran yang kompleks, tantangan berupa kemerosotan moral, krisis identitas, dan pengaruh negatif media sosial dan berbagai penyalahgunaan obat- obat terlarang( NAPZA) yang semakin tak terbendung.
Kini, banyak yang menghawatirkan penurunan nilai- nilai moral seperti kejujuran, toleransi, pragmatisme yang berlebihan, walaupun beberapa tren positif seperti peningkatan kesadaran akan pendidikan karakter dan kemauan untuk bersaing, nilai-nilai positif seperti religius, kreatif dan cinta tanah air masih ada dan menjadi fokus didunia pendidikan saat ini.
Keprihatinan terhadap penurunan nilai moral, yang terlihat dari maraknya kasus seperti korupsi dan kejahatan, kecenderungan untuk meniru hal-hal negatif, khawatir akan lunturnya nilai-nilai budaya, sehingga terjadi krisis identitas yang lebih dalam.
Era digital juga membawa tantangan berupa tekanan dari media sosial dan potensi perilaku yang tidak terkendali. Sikap pragmatisme menjadi tantangan tersendiri dimana ada kecenderungan untuk fokus pada keuntungan jangka pendek, sehingga mengesampingkan karakter dan akhlak mulia.
Saat ini bagaimana anak- anak remaja kita mengalami kemerosotan moral seperti penyimpangan perilaku seperti rendahnya sensitifitas terhadap lingkungan sekitar/ sikap cuek, seks bebas, penggunaan narkoba, kekerasan, serta sikap kurang sopan seperti mencoret-coret yang tidak pada tempatnya atau kurangnya rasa berterima kasih. Perilaku ini menunjukkan penurunan nilai dan norma dalam masyarakat, baik pada individu maupun kelompok.
Kita kini melihat generasi muda kita akan rendahnya sensitifitas terhadap lingkungan sekitar/cuek, Seks bebas terjadi saat ini ditandai dengan meningkatnya perilaku seksual pranikah, terutama di kalangan remaja, yang didorong oleh faktor seperti kurangnya edukasi seksual, pengaruh media sosial, serta lemahnya pengawasan dari lingkungan sekitar.
Dampaknya meliputi risiko tinggi penyakit menular seksual (PMS) seperti HIV, gonore, dan klamidia, serta dampak negatif pada kesehatan mental seperti stres, depresi, dan rendahnya harga diri, kehamilan di luar nikah, dan aborsi pada remaja.
Penyalahgunaan narkoba dan miras yang dapat memicu tindakan kriminal seperti pencurian, tawuran atau perkelahian antarsiswa, perilaku bullying atau perundungan, pembangkangan terhadap orang tua atau guru, tindakan curang dan pencurian, ketidaktoleran terhadap perbedaan, penggunaan bahasa yang tidak baik atau kasar, pengabaian terhadap aturan yang berlaku di masyarakat dan kurangnya rasa terima kasih yang dianggap dapat merusak hubungan sosial.
Karakter Anak Bangsa Esok
Dalam proses pendidikan, Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan dan tak terpisahkan sehingga pendidikan karakter sebagai usaha untuk memajukan budi pekerti (afektif/ sikap), pikiran (kognitif/ pengetahuan), dan jasmani (psikomotorik/ ketrampilan) anak agar menjadi manusia yang bermartabat dan utuh, yang dapat mencapai kesempurnaan hidupnya selaras dengan lingkungan sekitar dan masyarakatnya.
Hal ini dicapai melalui prinsip-prinsip seperti "Saling Asah, Saling Asih, Saling Asuh", yaitu antara satu dengan yang lainnya harus ada rasa saling memberikan pendidikan dan pengajaran serta ketrampilan, saling memberi kasih sayang dimana adanya perasaan kasihan jika ada diantara mereka tidak memahami dan tidak mengerti, dan saling mengasuh dalam arti saling membimbing, melindungi dan mengayomi satu sama lain, serta melalui keteladanan yang diwujudkan dengan semboyan "Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ke depan di-era yang serba cepat berubah, maka karakter anak-anak bangsa menjadi sangat penting karena dengan semakin gencarnya persaingan dan peradaban dunia yang serba cepat tanpa batas toritorial dunia maya, maka dengan karakter yang kuat maka diharapkan generasi muda kita kedepan akan menjadi generasi muda yang dapat membentengi diri terhadap berbagai propaganda negatif yang bisa jadi memiliki skenario besar untuk menghancurkan generasi dan bangsanya.
Dengan karakter yang baik dimana para generasi muda harus memeiliki karakter berupa daya saing yang tinggi agar kedepan dapat menjadi pelaku- pelaku positif dalam hubungannya menata peradaban bangsa dan negara yang lebih baik menuju peradaban dunia yang insyaallah diridhoi Allah SWT.
Membangun karakter anak-anak bangsa dimasa yang akan datang merupakan proses menanamkan nilai- nilai positif kepada anak- anak bangsa dimulai dari saat ini dengan berbagai upaya, antara lain penyadaran, pemberdayaan, dan komitmen.
Upaya penyadaran kepada semua pihak akan pentingnya menyiapkan secara bersama- sama akan karakter generasi muda dalam menghadapi dunia yang terus berubah melalui penanaman nilai- nilai luhur, kerja keras, kejujuran, baik dilingkungan pendidikan/ sekolah atau di masyarakat bahwa pembangunan karakter adalah tanggungjawab bersama.
Bersama- sama pemangku kebijakan, pendidikan, pemerintah memberdayakan seluruh stakeholder agar berperan aktif dalam pendidikan karakter. Pemangku kebijakan baik pemerintah pusat sampai daerah membuat program kebijakan yang benar- benar mengarah kepada terciptanya pendidikan karakter dimasyarakat bekerjasama dengan seluruh aparatur terkait.
Program ini dapat berupa kebijakan pendidikan, kemasyarakatan, penangan korupsi, pungli, NAPZA, budaya antre, dan lain sebagainya. Selanjutnya perlu adanya komitmen antara semua pihak dengan pengawasan dan pemantauan yang ketat terhadap pelaksanaan karakter baik dilingkungan sekolah, masyarakat dan pemerintahan.
Dilingkungan pendidikan, kita menyambut baik diterapkannya program pembelajaran mendalam ( deep learning), yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk membangun pemahaman secara aktif, mendorong adanya refleksi dan menekankan proses pembelajaran yang menyenangkan, memiliki relevansi dengan kehidupan nyata dengan mengembangkan bagaimana mengarahkan siswa dapat berfikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratis, karakter dan kewarganegaraan yang selanjutnya disebut kompetensi global.
Selanjutnya kita berharap, dimasa depan karakter anak bangsa menjadi pribadi yang berkarakter kuat, mandiri, kreatif, berintegritas sebagaimana tertuang dalam visi Indonesia Emas 2045.
Tentunya kita semua menyadari akan keterbatasan yang ada dalam diri kita masing- masing, maka kita hendaknya secara bersama- sama berniat untuk memperbaiki diri dalam segala aspek khususnya dalam pembentukan karakter, agar tercipta visi Indonesia Emas 2045.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait
