JAKARTA, iNewsBekasi.id– Pemerintah diminta tidak tergesa-gesa melanjutkan proyek strategis pengumpulan data geospasial dan peta dasar seluruh wilayah Indonesia yang dikelola Badan Informasi Geospasial (BIG).
Pasalnya, tender proyek tersebut didominasi oleh perusahaan asing asal China yang dinilai berisiko tinggi menyebabkan kebocoran data strategis. Hal itu disampaikan pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah.
Trubus mengatakan, tender proyek yang didominasi oleh perusahaan asing asal China dinilai berisiko tinggi menyebabkan kebocoran data strategis yang dapat mengancam kedaulatan teritorial dan sumber daya alam Indonesia.
“Masuknya perusahaan-perusahaan China dalam tender ini bisa menimbulkan risiko besar jika data geospasial Indonesia jatuh ke tangan asing,” kata Trubus Rahardiansyah kepada media dikutip pada, Rabu (12/11/2025).
Untuk diketahui proyek strategis nasional ini bertujuan untuk penyediaan data dasar geospasial dan peta wilayah seluruh Indonesia, dengan pembiayaan soft loan dari Bank Dunia senilai sekitar 238 juta dolar AS.
Proyek tersebut terbagi dalam dua bagian besar, yakni pengumpulan data spasial wilayah urban dan non-urban yang mencakup seluruh Indonesia. Dari hasil seleksi, delapan perusahaan dinyatakan lolos kualifikasi, namun sebagian besar merupakan perusahaan asal China, baik berdiri sendiri maupun tergabung dalam konsorsium.
Menurut Trubus, keterlibatan luas perusahaan asing dalam proyek vital ini patut diwaspadai. “Yang dikhawatirkan itu kalau geospasial itu oleh pemenang tendernya antara orang China. Seluruh sumber daya alam kekayaan kita bisa terekam oleh mereka semuanya nanti,” ujarnya.
Trubus menegaskan, data geospasial tidak sekadar peta wilayah, melainkan informasi strategis yang dapat mengungkap potensi kekayaan alam dan sumber daya Indonesia secara detail.
“Artinya ke depan itu seluruh wilayah Indonesia, sumber daya alam, sumber daya manusianya bisa dimapping oleh Tiongkok dan diketahui oleh Tiongkok. Itu yang jadi bahaya di situ,” tuturnya.
Ia menilai pemerintah perlu berhati-hati karena keterlibatan asing yang terlalu dominan berpotensi membuka jalan bagi monopoli dan kebocoran data nasional.
Meski perusahaan China dikenal memiliki efisiensi dan teknologi tinggi, Trubus menilai keamanan nasional tak boleh dikorbankan demi efisiensi.
“Kalau semua perusahaan China dibolehkan semuanya, nanti ujung-ujungnya monopoli di situ. Dan dia mengetahui semua sumber daya alam yang dimiliki Indonesia,” ucapnya.
Trubus juga menyinggung pengalaman kerja sama Indonesia dengan China dalam proyek kereta cepat Whoosh. Ia menilai kasus tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah agar tidak mengulang kesalahan yang sama.
Menurutnya, lemahnya integritas birokrasi menjadi salah satu penyebab Tiongkok mudah masuk dalam proyek strategis nasional.
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam proses tender agar publik mengetahui aturan main, urgensi, serta manfaat proyek secara jelas.
“Tender-tender seperti ini harusnya dibuka aja ke publik semuanya. Jadi bagaimana kemudian aturan mainnya dan bagaimana kemudian juga urgensinya. Jangan sampai nanti ujung-ujungnya mengancam kedaulatan,” ujarnya.
Trubus menilai China tidak hanya berorientasi pada bisnis, tetapi memiliki visi jangka panjang untuk menguasai teknologi dan sumber daya alam global.
Ia mengingatkan, kemampuan China yang kini mampu bersaing dengan Barat di bidang teknologi militer dan industri bukan tanpa alasan.
Dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia—seperti nikel, batu bara, dan minyak, Trubus menilai negeri ini menjadi sasaran strategis bagi ekspansi Tiongkok.
Trubus menilai BIG tampak hanya berfokus pada pelaksanaan teknis tanpa mempertimbangkan dampak strategis terhadap kedaulatan negara.
“Yang dibenak mereka itu cuma melaksanakan pemetaan geospasial saja yang segera dilakukan. Yang diberikan cuma untungnya jangka pendek, jadi nggak mementingkan bahwa jangka panjangnya akan merusak seluruh kedaulatan negara,” jelasnya.
Ia menyarankan agar pemerintah tidak tergesa-gesa melanjutkan proyek ini dan segera melakukan evaluasi menyeluruh.
“Saran saya, proyek ini perlu dimapping ulang atau dikaji ulang, juga mempertimbangkan jangka panjangnya. Jadi aspek-aspek dampak dari jangka panjang itu yang penting,” ucapnya.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait
