PRESIDEN Soeharto pada masa kepemimpinannya sangat kuat. Salah satu bagian penting yang membuat dirinya kokoh adalah TNI, kala itu masih bernama ABRI.
Semua kekuatan TNI dibawah kendali Soeharto maka tak heran, tak ada satupun jenderal yang berani menilai negatif kinerja Pak Harto termasuk mengkritik bisnis-bisnis yang dijalankan anak-anak Pak Harto.
Jenderal TNI LB Moerdani (Foto Repro Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando).
Hanya 1 jenderal yang berani secara langsung mengkritik bisnis mereka dan langsung disampaikan di hadapan Pak Harto. Dia adalah Jenderal TNI LB Moerdani.
Jenderal kelahiran Blora 2 Oktober 1932 ini secara terbuka menyampaikan itu kepada Pak Harto. Jenderal legendaris ini pernah menjabat Panglima ABRI. Namun pria yang akrab disapa Benny Moerdani ini dicopot dari jabatanya karena mengkritik bisnis putra-putri Presiden Soeharto.
Padahal Benny Moerdani salah satu orang kepercayaan Soeharto di era Orde Baru. Segala urusan keamanan hingga diplomatik selalu bisa diselesaikan oleh Benny Moerdani.
Letjen TNI (Purn) Haryoto PS menceritakan penyebab hubungan Benny dan Soeharto renggan bukan karena persoalan kursi presiden. Tapi dipicu sikap Benny yang mengkritik Soeharto. "Bapake nesu banget mergo anake dipermasalahke (Bapak marah sekali karena anak-anaknya dipermasalahkan)," kata Haryoto dalam buku Benny Moerdani yang Belum Terungkap karya Tempo, yang dikutip Kamis (4/11/2021).
Kejadian tersebut saat Benny dan Soeharto main biliar bersama di Cendana, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan ini, Benny yang masih menjadi Panglima ABRI mengutarakan pendapatnya agar Soeharto 'menjauhkan' anak-anaknya dari kekuasaan.
Jenderal LB Moerdani
"Ketika saya angkat masalah anak-anak itu, Pak Harto berhenti bermain, masuk kamar tidur dan meninggalkan saya di kamar biliar," kata Benny kepada mantan dokter tentara dalam operasi Mandala, Brigjen Purn Ben Mboi saat itu.
Pada tahun 1980an, bisnis anak-anak Soeharto makin menggurita ke semua sektor termasuk ikut campur urusan pengadaan alat utama sistem senjata ABRI. Namun beberapa kali Benny menolaknya.
Menurut rekan Benny, Jusuf Wanandi, Ali Moertopo juga resah dengan bisnis putra putri Soeharto. Menteri Penerangan Kabinet Pembangunan III itu meminta Jusuf agar berbicara kepada Benny tentang anak-anak Soeharto. "Minta dia bicara ke Pak Harto, tertibkan anak-anaknya," kata Ali yang ditirukan Jusuf.
Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu pulang pendidikan dari Washington DC mendatangi kantor Benny untuk menanyakan rumor sudah jauh dari Soeharto.
"Benar itu Luhut..!," kata Benny kepada Luhut yang saat itu berpangkat Kolonel. Cerita ini dituangkan Luhut dalam akun Facebooknya.
Kepada Luhut, Benny menjelaskan Soeharto marah karena mengingatkan bisnis yang dijalankan oleh putra putri Presiden ke-2 RI tersebut sudah kelewat batas. Proses pencopotan Benny sebagai Panglima ABRI di luar kelaziman karena sebelum sepekan sidang umum MPR.
Pergantian Panglima ABRI di tengah jalan pertama kali dilakukan oleh Soeharto. Pasalnya Benny yang saat itu belum memasuki masa pensiun. Biasanya panglima akan diganti bersamaan pelantikan kabinet karena kedudukan panglima setara dengan menteri dan menjabat selama lima tahun.
Sarankan Soeharto Mundur
Mantan Panglima Kopkamtib Laksamana TNI Sudomo menceritakan Benny pernah menyarankan Soeharto untuk mempertimbangkan mengundurkan diri secara sukarela karena telah memimpin selama 20 tahun. Masa bakti presiden yang terlalu lama.
Kemudian Benny mengambil contoh Presiden ke-1 RI Soekarno memimpin Indonesia selama 22 tahun jatuh karena pemberontakan PKI. Sudomo langsung menghadap Soeharto ketika mengetahui Benny memberikan saran kepada Soeharto untuk mundur.
Waktu itu, Sudomo tidak berani memberikan tanggapan lebih lanjut saat dimintai konfirmasi atas saran Benny. "Saya melihat Pak Harto sangat marah sebab yang menyampaikan saran justru seorang yang pada masa itu paling dia percayai," kata Sudomo dalam buku Benny, Tragedi Seorang Loyalis karya Julius Pour.
Menurut Sudomo, Benny sudah siap menerima risiko terburuk karena berani mengemukakan pendapat agar Soeharto mundur. Benny pun menemui Sudomo dengan mengatakan pasti tidak akan dimasukkan dalam kabinet. Saat itu Benny sadar kemarahan besar Soeharto ketika dirinya mengkritik tingkah laku anak Pak Harto.
Sudomo berpendapat apa yang dikemukakan Benny mengenai sepak terjang anak Pak Harto banyak benarnya. "Kalau bukan Benny siapa pada waktu itu berani menyampaikan kepada Pak Harto?," katanya.
Benny pun akhirnya diganti oleh Jenderal (Purn) Try Sutrisno menjadi Panglima ABRI. Benny legowo bisa menyerahkan tongkat kepemimpinan TNI kepada salah satu anak didiknya yang terbaik.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta