JAKARTA, iNewsBekasi.id - Nama Soegiarin memang tidak setenar pahlawan-pahlawan lainnya di catatan sejarah bangsa Indonesia. Akan tetapi, sosok dan kiprah Soegiarin sangat berjasa dalam mengabarkan Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke penjuru dunia.
Soegiarin sendiir adalah penyebar pertama kabar Proklamasi Kemerdekaan RI usai pembacaan naskah proklamasi oleh Soekarno-Hatta di Jakarta.
Dia menyampaikan berita melalui mesin komunikasi sandi morse mengabarkan bahwa Indonesia sudah merdeka ke berbagai negara.
Pria kelahiran Grobogan 13 Juli 1918 adalah wartawan Kantor Berita Domei di bawah pimpinan Adam Malik. Atas perintah Adam Malik lah, Soegiarin memberitakan kabar kemerdekaan Indonesia melalui mesin komunikasi sandi morse.
“Mas Rin (Soegiarin) waktu itu menjadi wartawan Kantor Berita Domei di bawah pimpinan Adam Malik. Atas perintahnya, Mas Rin memberitakan kabar kemerdekaan Indonesia melalui mesin komunikasi sandi morse,” kata Soegiarno (92) adik kandung Soegiarin.
Dia mengungkapkan bahwa Soegiarin yang berlatar belakang sekolah pelayaran Belanda mampu mempelajari komunikasi morse sejak sekolah di Surabaya. Begitu pula pengalaman jurnalistiknya diperoleh saat bergabung dengan media cetak berbahasa Belanda di Surabaya.
Soegiarno yang tinggal di sebuah rumah di depan Makam Belanda Kalibanteng Semarang menceritakan bahwa kakaknya sebelum wafat di Jakarta pada 2 November 1987 telah berwasiat agar dimakamkan di makam keluarga Bergota Semarang.
"Selama hidup, Mas Rin hidupnya tercurah untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia. Dia terjun di dunia kewartawanan dan untuk mendukung penyiaran berita-berita perjuangan sampai mendirikan zonder (stasiun pemancar) di wilayah yang sekarang jadi kampus Universitas Indonesia yang dikenal dengan nama Voice of Indonesia, " ujar Soegiarno.
Nama Soegiarin memang tak setenar pahlawan-pahlawan lainnya. Hingga kini tak ada yang mengangkat nama Soegiarin sebagai pahlawan atau orang yang diberi penghargaan atas jasa besarnya.
Karena tanpa campur tangannya, tak mungkin kabar kemerdekaan Indonesia didengar seluruh dunia yang pada akhirnya menentukan dukungan.
"Mas Rin saat itu tak mau mengurus veteran untuk tujuan mengharap tunjangan. Seperti saudara-saudara kami sekandung, meski pada berjuang dan bergabung dalam barisan Tentara Pelajar Brigade 17,” kata eyang Giri.
“Namun tak satu pun menyandang veteran. Prinsipnya kami berjuang tak mengharapkan pamrih. Kalau dihargainya bersyukur, kalau tidak ya tak akan nuntut, " ujarnya.
Editor : Eka Dian Syahputra