get app
inews
Aa Text
Read Next : KPK Kepung Kantor Bupati Bekasi, Puluhan Penyidik Lakukan Penggeledahan Terkait Dugaan Ijon Proyek

Puncak Pekan HAM, Bima Arya Singgung Sejumlah Kasus HAM di Bogor

Minggu, 11 Desember 2022 | 08:16 WIB
header img
Bima Arya. (Foto: Putra Ramadhani)

BOGOR - Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, membahas terkait masih banyaknya permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurutnya, banyak faktor yang membuat persoalan terkait HAM menjadi kusut di Kota Bogor, salah satunya intervensi politik.

"Yang membuat kusut persoalan HAM di Kota Bogor dan Indonesia menurut saya bukan hanya pergulatan pemikiran dan perdebatan tentang apa nilai terbaik. Tetapi juga intervensi politik, kepentingan politik, partai dan sebagainya, yang membuat semakin kusut," terang Bima, ketika memberikam sambutan puncak Pekan HAM Kota Bogor, di halaman Bogor Creative Center (BCC), pada Sabtu (10/12).

Di Kota Bogor sendiri, lanjut Bima, masih banyak pekerja rumah terkait HAM yang harus diselesaikan. Tetapi, satu persatu dituntaskan seperti persoalan GKI Yasmin.

"Di Bogor, kita cicil satu-satu. Alhamdulillah berkat dukungan semua, isu Gereja Yasmin yang mendunia bisa kita selesaikan. Tapi masih ada persoalan lain, persoalan rumah ibadah masih ada. Harus dituntaskan karena akan menjadi tabungan persoalan ke depan. Negara ini juga begitu, banyak yang tidak disentuh persoalan HAM karena mungkin takut kehilangan popularitas, dukungan politik, atau takut kehilangan bohir atau pendananya," ungkapnya.

Di samping itu, tambah Bima, dirinya juga turut menyinggung atau mengkritisi KHUP. Salah satunya terkait pasal menghina pemerintahan yang sah.

"Nomor dua agenda kita reformasi hukum, sehingga HAM ini betul-betul sesuatu yang bisa disepakati dan dipercaya bersama. Hari ini kita harus mengkritisi RKUHP, saya setuju itu. Pasal 204 ayat 1, saya kira harus dibahas secara terbuka oleh bangsa ini. Menghina pemerintahan yang sah itu bisa kena pasal, batasan menghina itu apa sih?" katanya.

Menurutnya, sebagai pemimpin harus siap menerima dikritisi bahkan dicaci maki. Hal itu sebagai bagian konsekuensi menjadi penguasa pemerintahan. 

"Saya sebagai Wali Kota harus siap untuk menerima dibully, dicaci, dihina kok. Karena itu konsekuensi penguasa. Jadi ini membuka satu wilayah abu-abu yang sangat luas soal definisi hina," cetusnya.

Lalu, terkait dengan ruang berekpresi masyarakat. Seharusnya, pemerintah bergerak menjadi fasilitator karena sekaranv ini eranya civil society.

"Ada lagi persoalan terkait dengan ekspresi kita. Kalau ekspresi koridornya bahaya. Kita ini memasuki fase dimana pemerintah ini bergerak menjadi fasilitator, bukan lagi diktator, bukan lagi penentu kebijakan dan kebenaran. Sekarang ini eranya komunitas, eranya warga berbicara, eranya civil society yang harus kita buka ruang," tutupnya.

Editor : Lely Anggoro Putri

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut