JAKARTA, iNewsBekasi.id - Berikut kisah Imam Ahmad bin Hanbal terusir dari masjid gegara doa tukang roti.
Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam Syafii. Dia dikenal juga sebagai Imam Hambali. Pada masa akhir hidup, Imam Ahmad ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak, padahal tidak ada janji dengan seseorang dan tidak ada hajat.
Dilansir iNews.id, akhirnya Imam Ahmad bin Hanbal pergi ke Kota Basrah di Irak. Ketika tiba di sana telah masuk waktu Sholat Isya. Dia pun ikut sholat berjamaah di sebuah masjid.
Setelah sholat, Imam Ahmad merasa hatinya tenang dan kemudian istirahat. Begitu selesai sholat dan jamaah bubar, ia ingin tidur di masjid, tiba-tiba penjaga masjid datang menemui sambil bertanya, "Kenapa syekh (orang tua), mau apa di sini?"
Penjaga masjid itu tidak tahu kalau orang yang ditanya adalah ulama ahli fikih dan hadits Imam Ahmad bin Hanbal. Berkat tawadhu atau rendah hatinya, Imam Ahmad tidak memperkenalkan siapa dirinya.
Padahal, semua orang di Irak kenal siapa Imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadits, sejuta hadis dihafalnya, sangat salih dan zuhud. Zaman itu tidak ada foto sehingga orang tidak tahu wajahnya, cuma namanya sudah terkenal.
Imam Ahmad kemudian berkata, "Saya ingin istirahat, saya musafir".
Penjaga masjid pun menjawab, "Tidak boleh. Tidak boleh tidur di masjid."
Imam Ahmad lalu didorong-dorong oleh orang itu, diminta keluar dari masjid. Setelah keluar, maka dikuncilah pintu masjid.
Imam Ahmad kemudian bermaksud tidur di teras masjid. Tapi ketika sudah berbaring di sana, penjaga itu datang lagi dan marah-marah kepadanya.
"Mau apa lagi syekh?" tanya penjaga masjid tersebut.
"Mau tidur, saya musafir," jawab Imam Ahmad.
Lalu penjaga itu berkata, "Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh."
Imam Ahmad pun diusir lagi. Ia bercerita, "Saya didorong-dorong sampai jalanan."
Kemudian di samping masjid ada penjual roti, tepatnya berada di sebuah rumah kecil. Di sana membuat sekaligus menjual roti.
Penjual roti tersebut sedang membuat adonan. Ia melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh penjaga masjid tadi.
Saat Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh, "Silakan kemari syekh, Anda boleh menginap di tempat saya. Saya punya tempat, meskipun kecil."
"Baik," ujar Imam Ahmad.
Dia kemudian masuk ke rumahnya, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat adonan. Imam Ahmad tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya menyatakan sebagai musafir.
Penjual roti ini punya perilaku unik. Kalau Imam Ahmad mengajak berbicara, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, "Astaghfirullah."
Saat meletakkan garam, "Astaghfirullah." Memecahkan telur, "Astaghfirullah." Mencampur gandum, "Astaghfirullah." Selalu mengucap istighfar.
Imam Ahmad memerhatikan terus. Lalu ia bertanya, "Sudah berapa lama kamu lakukan ini?"
Orang itu menjawab, "Sudah lama sekali syekh. Saya menjual roti sudah 30 tahun. Jadi semenjak itu saya lakukan."
Imam Ahmad bertanya, "Apa hasil dari perbuatanmu ini?"
Orang itu menjawab, "(Lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semua yang saya minta ya Allah ..., langsung diterima."
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya."
Lalu orang itu melanjutkan, "Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan."
Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya, "Apa itu?"
"Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad bin Hanbal," kata penjual roti tersebut.
Seketika itu juga Imam Ahmad bin Hanbal bertakbir, "Allahu Akbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Basrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh penjaga masjid itu sampai ke jalanan karena istighfar-mu."
Penjual roti itu pun terperanjat, memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala, ternyata orang yang ada di depannya adalah ulama besar Imam Ahmad bin Hanbal. (Sumber: Manakib Imam Ahmad/tafsirq)
Allahu a'lam.
Editor : Eka Dian Syahputra