JAKARTA, iNewsBekasi.id - Sebagai lelaki, tentu punya tanggung jawab lebih untuk memenuhi kecukupan sandang, pangan, dan papan keluarga.
Berbagai pekerjaan dari kantoran hingga mencari barang bekas di jalanan pun dilakukan demi kebutuhan keluarga aman.
Hal itulah sedikit gambaran dari Deni Setiawan (39) yang rela banting setir dari pegawai marketing di salah satu bank swasta menjadi pengais barang bekas atau yang biasa disebut pemulung.
Kepada iNews Media Group, Deni menyatakan terakhir merasakan bangku sekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
Setelah tamat dari bangku sekolah, ia menolak permintaan kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang kata orang bisa menjadikan pendapatan lebih baik.
Teguh dengan pendiriannya, Deni pun mencoba peruntungannya dengan melamar diberbagai perusahaan dengan bermodalkan ijazah SLTA.
Usahanya itu pun membuahkan hasil. Ia diterima untuk menjadi pegawai di salah satu bank swasta dengan posisi marketing.
Singkat cerita, tahun 2019 Pandemi Covid-19 menerjang berbagai negara di dunia. Indonesia pun turut menjadi sasaran virus yang digadang-gadang berasal dari China itu.
Ketika pandemi Covid-19 melanda, banyak perusahaan yang gulung tikar karena pendapatan lebih kecil dibandingkan biaya pengeluaran mereka.
Para pegawai pun menjadi korban dengan pemutusan hak kerja yang secara tiba-tiba, tanpa aba-aba.
Hal itu pula yang dialami Deni. Deni diberhentikan dari tempat ia bekerja saat Indonesia diguncang Covid-19.
"Setelah sekolah memang saya kerja di marketing, karena corona (Covid-19) pengurangan pekerja, ya saya di rumahkan," kata Deni yang ditemui saat beristirahat setelah mengikat hasil pencariannya ke gerobak reotnya.
Seusai diberhentikan dari marketing, Deni mengaku sempat menganggur selama satu tahun.
Bukan hanya berpangku tangan meratapi nasib, Deni mencoba mencari pekerjaan baru dalam kurun waktu tersebut. Namun, ikhtiarnya itu tidak membuahkan hasil.
"Awal saya keluar dari pekerjaan marketing itu kan saya nganggur selama setahun lebih, melamar pekerjaan sono sini gada hasil, sedangkan saya pulang ke rumah anak-bini diem, beras kaga ada, duit seperak kaga ada," ujar Deni dengan logat Betawinya.
Sebagai kepala keluarga, Deni pun sedih dengan kondisi keluarganya saat itu yang sungguh memprihatinkan.
Ia pun bertekad kepada dirinya sendiri untuk segera menemukan pekerjaan baru agar dapur keluarganya bisa kembali ngebul.
"Sampai saya nangis, akhirnya saya memutuskan jadi pemulung sampai saat ini," katanya.
Dalam menjalani pekarjaannya, Deni keluar masuk kampung untuk mengumpulkan barang bekas tak terpakai sejak matahari baru menyapa dari timur.
Ia berangkat dari rumah ditemani dengan gerobak yang sudah termakan usia. Bahkan, satu dari dua tuas pendorong gerobaknya patah sehingga menyulitkan dirinya mendorong kendaraan tak bermotor dengan dua roda sejajar itu.
Setelah tiba di lokasi, Deni akan meletakkan gerobaknya di bawah rindangnya pepohonan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Kemudian, ia berkeliling mencari satu demi satu botol plastik hingga sepotong demi sepotong kardus bekas dengan menggendong karung di pundaknya.
Jika beruntung, dia akan membawa pulang besi yang harga jualnya di atas dua benda yang disebut sebelumnya.
"Kalau harga botol mineral plastik sekilo Rp1.500, kalau kardus Rp1.800, besi Rp4.000, tembaga lebih tinggi harganya," kata Deni menjelaskan harga barang-barang bekas di pengepul.
Deni tidak setiap hari bertolak ke pengepul untuk menimbang hasil pencariannya. Ia memilih dua hari sekali untuk menjual barang bekas yang punya nilai ekonomis itu.
"Kalau saya tergantung kaga nentu, kadang dari Rp150 ribu, kalau kadang ada rezeki lagi bagus Rp200 ribu, kadang Rp100 ribu, ga nentu," ucap Deni menyebutkan besaran uang yang ia terima setelah dua hari mengumpulkan barang bekas.
Saat ini, Deni memiliki satu istri dan dua anak lelaki yang sekolah di tingkat SLTA dan SD. Jumlah anaknya akan bertambah karena istrinya sedang mengandung anak ketiga dan berada di masa kehamilan kedelapan bulan.
"Sebenarnya si gak cukup, tapi di cukup-cukupin," kata Deni menjelaskan apakah penghasilannya itu mencukupi untuk kebutuhan keluarga kecilnya itu.
Dalam menjalankan profesinya itu, Deni menyebutkan pernah mengalami beberapa perlakuan yang tidak menyenangkan.
Seperti tidak diusir dari pemilik lokasi karena dikhawatirkan ia akan mengambil barang-barang yang masih terpakai.
"Pernah ditegor, tergantung orangnya juga si, kalau orangnya yang baik ya gapapa kalau orangnya yang istilahnya ga demen ama orang pemulung takut barangnya diambil lah, kaya beginilah curigaan, biasanya disuruh keluar, gaboleh," papar Deni menceritakan pengalaman pahitnya.
Cuaca juga berpengaruh atas pendapatan Deni. Menurutnya, jika hujan melanda ia kesulitan untuk mengumpulkan barang-barang bekas yang akan ia jual untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
"Kalau lagi hujan biasanya si sepi saya, minimal Rp50 ribu," ucapnya.
Meski begitu, segala rintangan itu tidak mematahkan semangatnya dalam mencari rupiah demi kebutuhan keluarganya. Ia pun tak mengambil pusing dengan profesinya saat ini yang kerap dianggap sebelah mata.
"Saya nikmati, ya Alhamdulillah bisa ngempanin anak istri ampe sekarang," tutup Deni.
Dalam kesempatan saat ditemui iNews Media Group, terlihat berkarung-karung hasil pencarian Deni yang ia tumpuk dan diikat di atas gerobaknya.
Ia pun harus mendorong gerobaknya yang ditaksir membawa beban 60 kg sejauh lebih dari 1 km menuju pengepul.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar