Terungkap! Pelecehan Seksual Berkedok Pengobatan Alternatif Beroperasi sejak 2011

BEKASI, iNewsBekasi.id - Pemerintah Kota Bekasi membongkar kasus pelecehan seksual berkedok pengobatan alternatif di Pondok Melati yang beroperasi sejak 2011.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto yang melakukan kunjungan langsung kepada para korban yang didugaan dilakukan seorang oknum pemuka agama ini menyampaikan melalui kanal YouTube pribadinya.
Dalam video tersebut, Tri menjelaskan bahwa laporan pertama diterimanya lewat pesan langsung (Direct Message) di akun Instagram pribadinya. Laporan itu menyebut adanya praktik pengobatan alternatif yang disalahgunakan hingga berujung pada tindakan pelecehan seksual terhadap beberapa warga.
“Saya sangat mengapresiasi keberanian para ibu-ibu yang sudah bersuara. Ini langkah penting agar tidak ada lagi korban berikutnya,” ujar Tri, dikutip pada Kamis (15/5).
Tri menegaskan bahwa proses hukum terhadap pelaku tetap berjalan melalui jalur resmi. Saat ini, melalui Camat Pondok Melati, Heryanto, klinik tempat praktik tersebut sudah ditutup. Beberapa korban bahkan telah menyampaikan kesaksian mereka secara terbuka lewat YouTube, lengkap dengan kronologi kejadian yang mereka alami.
Tri juga menyoroti peran penting media sosial sebagai ruang aspirasi dan pengaduan masyarakat. Menurutnya, media sosial bisa menjadi alat untuk membuka fakta dan mendorong keberanian dalam mengungkap kebenaran.
“Ini contoh nyata bagaimana media sosial bisa digunakan secara bijak. Ketika ada keberanian untuk melapor, kebenaran bisa terungkap dan keadilan bisa ditegakkan. Terima kasih kepada semua pihak yang sudah berperan melalui media sosial,” ucapnya.
Tempat pengobatan alternatif di kawasan Pondok Melati, Kota Bekasi ini akhirnya disegel oleh Pemerintah Kota Bekasi. Yang mengejutkan, praktik ini sudah berlangsung sejak 2011, artinya sudah berjalan sekira 14 tahun dan 15 orang telah melapor kasus ini. Namun, kuat dugaan angka ini akan terus bertambah.
Ketua RT 02 Pondok Melati, Gunam, mengatakan bahwa tempat itu awalnya dikenal sebagai lokasi pengobatan spiritual. Warga dari berbagai kampung sering datang untuk berobat, mulai minta diurut hingga meminta air doa untuk mengatasi hal-hal supranatural seperti kesurupan.
“Sejak 2011 itu udah jalan. Banyak yang datang dari kampung-kampung, ada yang kesurupan minta air, ada juga yang cuma minta diurut,” ungkap Gunam.
Meski sudah lama beroperasi, dugaan pelecehan seksual oleh M baru terungkap belakangan ini, setelah beberapa korban akhirnya berani angkat bicara.
Salah satu korban, R (25), menceritakan bahwa ia menjadi korban pelecehan saat menjalani pengobatan pada 2018. Saat itu, ia datang karena merasa "ketempelan" makhluk halus. Namun, saat proses pengobatan berlangsung, M malah melakukan tindakan tidak pantas.
“Saya waktu itu merasa ketempelan, kayak ada yang ngikutin. Tapi pas dia ngelakuin pengobatan, tangannya malah masuk-masuk ke tubuh saya. Nggak sopan banget,” cerita R.
R sempat melaporkan kejadian tersebut ke Komnas Perempuan pada 2023. Namun, laporan itu tidak langsung ditindak karena kejadian sudah dianggap terlalu lama berlalu.
Menurut R, korban sebenarnya lebih dari 15 orang. Tapi kebanyakan dari mereka memilih diam. Dengan alasan takut dan malu.
“Yang lain sebenarnya juga jadi korban, tapi mereka nggak mau ikut ngomong, apalagi kumpul kayak gini. Takut, malu mungkin begitu,” ujarnya pelan.
Yang cukup mengejutkan, selama lebih dari satu dekade beroperasi, tempat praktik milik M ini tidak pernah menimbulkan kecurigaan dari warga sekitar. Bahkan, tempat itu sering digunakan untuk kegiatan pengajian rutin setiap malam Jumat, yang digelar dari tengah malam sampai menjelangi subuh.
“Nggak ada yang curiga sih, karena kalau ada orang keluar masuk juga nggak rame-rame. Kalau pengajian, emang rutin tiap malam Jum'at. Mulainya jam 12 malam sampai subuh,” jelas Gunam.
Kini, setelah kasus ini mencuat, warga berharap proses hukum bisa berjalan dengan tegas. Mereka pun menuntut agar pelaku segera diproses, demi keadilan bagi para korban dan keamanan lingkungan sekitar.
Editor : Tedy Ahmad