Industri PET Jadi Contoh Sukses Implementasi Circular Economy di Indonesia
JAKARTA, iNewBekasi.id- Industri Polyethylene Terephthalate (PET) menegaskan diri sebagai salah satu contoh sukses penerapan ekonomi sirkular di Indonesia. Pencapaian ini tercermin dalam forum diskusi yang difasilitasi oleh Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), yang mempertemukan 40 pelaku industri dari hulu hingga hilir bersama perwakilan Kementerian Perindustrian, khususnya Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (IKHF).
Forum tersebut menjadi momentum penting di tengah pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang Ekonomi Sirkular dan rencana amandemen UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam kesempatan itu, pelaku industri PET menegaskan komitmen mereka untuk mendukung regulasi baru, sekaligus memperkuat basis data dan kajian yang akan dijadikan landasan kebijakan pemerintah.
Namun, tantangan masih menghantui industri daur ulang nasional. Salah satu masalah utama adalah keterbatasan suplai bahan baku yang masih sangat bergantung pada sektor informal. Tingkat kontaminasi bahan baku mencapai 30–40 persen, sehingga kualitas daur ulang menjadi rendah dan pasokan tidak stabil.
Kondisi ini membuat penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) dianggap penting untuk memperkuat rantai pasok dan meningkatkan efisiensi industri. Kapasitas terpasang industri daur ulang PET nasional yang mencapai 1.040.163 ton per tahun, saat ini baru terpakai sekitar 20,7 persen. Angka tersebut menunjukkan adanya masalah underutilization yang menghambat potensi maksimal industri.
Isu lain yang mengemuka adalah belum adanya kebijakan mandatory recycling content di Indonesia. Pelaku industri menilai kewajiban penggunaan PET daur ulang dalam produk domestik sangat penting untuk memperkuat pasar dan meningkatkan serapan hasil daur ulang.
Mereka juga menyoroti bahwa regulasi yang telah ada, seperti PermenLHK No. 75 Tahun 2019 dan Standar Industri Hijau, masih belum memiliki kekuatan implementasi yang optimal. Akibatnya, penggunaan bahan daur ulang di sektor industri belum mencapai potensi maksimal.
Meski menghadapi tantangan, industri PET justru mencatat prestasi positif. Berdasarkan data SWI (2024), tingkat daur ulang PET di Indonesia mencapai 54 persen, sementara tingkat daur ulang khusus untuk botol PET sudah menembus 71 persen.
Angka tersebut menjadi bukti nyata bahwa PET adalah jenis plastik dengan tingkat daur ulang tertinggi di Indonesia, sekaligus menunjukkan keberhasilan penerapan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen sesuai Permen KLHK No. 75 Tahun 2019.
Meski demikian, pelaku industri menyayangkan adanya kebijakan pelarangan PET di beberapa daerah. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular dan justru berpotensi merugikan investasi yang telah berjalan. Pelaku industri menegaskan, PET seharusnya dilindungi dan dikelola melalui sistem daur ulang yang efektif, bukan dilarang penggunaannya.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah memastikan dukungan penuh terhadap industri daur ulang nasional. Tri Ligayanti, Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi (IKHF) Kementerian Perindustrian, menegaskan Kementerian Perindustrian membuka ruang dialog intensif dengan pelaku industri. Masukan yang dilengkapi data teknis dan analisis ekonomi akan menjadi dasar penting bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang tepat sasaran.
Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan industri PET harus dijadikan inspirasi bagi sektor plastik lainnya.
“PET telah menunjukkan bahwa dengan kolaborasi yang baik, ekonomi sirkular bisa berjalan di Indonesia. Ke depan, kolaborasi pentahelix—antara pemerintah, industri, akademisi, komunitas, media, dan masyarakat—akan menjadi kunci agar keberhasilan ini bisa diperluas,” tegasnya.
Dengan capaian tingkat daur ulang yang tinggi dan dukungan regulasi yang tengah disusun, industri PET kini diakui sebagai success story ekonomi sirkular di Indonesia. Tantangan ke depan adalah bagaimana pemerintah dan industri dapat menjaga momentum ini agar keberhasilan PET dapat direplikasi di sektor plastik lainnya, sekaligus memperkuat transisi Indonesia menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Editor : Wahab Firmansyah