"Seluruh senior mengatakan bahwa pertempuran Timor Timur itu memang sangat rumit, terutama medannya. Kemudian mereka-mereka itu sudah sangat menguasai wilayahnya. Nah disitu kita sebagai prajurit tidak ada alasan. Tujuan kita membela bangsa kita di sana. Jadi tidak ada kata lainnya, kita harus tetap laksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai prajurit" tegasnya.
Saat dirinya tertembak, La Samba mulai menyadari beratnya beban yang dipikul seorang prajurit untuk membela negaranya.
"Di situ saya merasa, bahwa memang (saat perang) memilih untuk mati saja tidak mudah. Kalau umpama saya itu sudah waktunya untuk meninggal, jasad saya saja tidak akan ketemu, karena saya sudah disergap," akunya.
La Samba, veteran Operasi Seroja
La Samba memilih pensiun di usia 48 tahun, dengan pangkat terakhir Sersan Dua (Serda). Ia mengaku memperoleh tunjangan secara rutin dari Pemerintah yang besarannya cukup . Ia juga pernah mendapat santunan yang diperuntukkan bagi para veteran penyandang cacat.
"Setelah PP Nomor 56 Tahun 2007, penyandang cacat itu pensiunannya lumayan. Jadi diadakan re-evaluasi, sehingga yang golongan 2C seperti saya, pensiunannya lumayan. Sampai pernah waktu itu gaji saya Rp 5,2juta. Sekarang ya sekitar Rp 5jt. Kemudian waktu itu juga ada santunan cacat, tapi itu diberikan sekaligus," paparnya.
Kondisi La Samba yang tak lagi bisa berjalan, tak serta merta diabaikan Pemerintah begitu saja. Ia bersama veteran penyandang cacat lainnya, diberikan pelatihan untuk mengasah keterampilan yang bisa dipakai untuk menyambung hidup ke depannya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta