JAKARTA, iNewsBekasi.id - Bagaimana hukum mengonsumsi ikan lele yang diberi pakan kotoran manusia? simak penjelasannya berikut ini. Seperti diketahui, ikan yang makanannya dari pakan najis eperti kotoran manusia (bangkai) disebut Al-Jalaalah. Ikan ini pun menjadi makanan favorit orang Indonesia dan sering dijumpai di rumah makan.
Di antara umat muslim tidak sedikit yang menyukai ikan tawar ini lantaran rasanya lezat, gurih dan manis. Lantas, bagaimana hukum mengonsumsi ikan lele yang diberi pakan berupa kotoran manusia?
Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia, ikan lele digolongkan ke dalam hewan halal sebagaimana keterangan ayat berikut:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
Artinya: "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu." (QS. Al-Maidah Ayat 96)
Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan kehalalan semua hewan laut (air). Juga Hadis mauquf dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya:
أحلت لنا ميتتان ودمان: فأما الميتتان فالجراد والحوت، وأما الدمان فالطحال والكبد
Artinya: "Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa." (HR Ibnu Majah 3314, Ahmad 5723. Syaikh Syu'aib Al Arna'uth mengatakan; Hasan)
Namun sebagian peternak lele ada yang memberikan pakan ternak berupa kotoran manusia, maka inilah yang haram. Status ikan lele tersebut adalah sebagai hewan Jalaalah, dan menjadi najis.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizahullah mengatakan:
إذا كان الطعام الذي يقدم للسمك أكثره طاهر ، جاز أكل السمك ولا حرج في ذلك . وإن كان أكثره من الميتات النجسة (فهذه يسميها العلماء الجلالة) فلا يجوز أكل السمك حتى تمنع عنه النجاسة ثلاثة أيام فأكثر ، ويُطعم من الطاهرات ليطيب لحمه
Artinya: "Jika makanan ikan itu mayoritas adalah makanan yang suci, maka boleh makan ikan tersebut dan tidak masalah. Jika paling banyak makannya adalah bangkai yang najis (istilahnya Al-Jalaalah), maka tidak boleh memakannya sampai ditahan dulu tiga hari atau lebih, lalu dimakan karena dagingnya sudah kembali baik." (Al-Islam Su'aal wa Jawaab No 170264)
Imam Al-Buhutiy rahimahullah berkata Kasysyaf Al-Qina':
فَصْلوَتَحْرُمُالْجَلَّالَةُوَهِيَ الَّتِي أَكْثَرُ عَلَفِهَا النَّجَاسَةُ وَلَبَنُهَا) لِمَا رَوَى ابْنُ عُمَرَ قَالَ: «نَهَى النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَنْ أَكْلِالْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا» رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ قَالَ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Artinya: "Pasal tentang haramnya Al-Jalaalah dan susunya, yaitu hewan yang mayoritas makanannya adalah benda najis. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma: "Nabi melarang memakan hewan Al-Jalaalah dan susunya." (HR Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi)
Solusi
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait