Hatta juga menyampaikan tentang sistem ekonomi Indonesia saat itu yang merupakan campuran kolektivisme dan individualisme. "Kita juga kagum kepada Bung Hatta, Beliau belajar di Barat, lama, tetapi Beliau sangat menentang individualisme dan juga liberalisme, tetap pada demokrasi dan ekonomi yang bercorak asli Indonesia," jelasnya.
Kemudian, Bung Hatta menyampaikan kondisi tentang situasi di Tanah Air setelah merdeka hingga sebelum 1956. Disinggung pula soal Pancasila dan UUD 1945. Bung Hatta juga menyoroti adanya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. "'Selama terjajah banyak bercita-cita. Setelah merdeka kehilangan rupa'. Misalnya ada kalimat-kalimat seperti itu," ujarnya.
Selain itu, Bung Hatta juga menyoroti sejumlah hal lain di antaranya infrastruktur yang telantar. Pembangunan demokrasi telantar karena percekcokan politik terjadi terus-menerus. Indonesia adil yang ditunggu-tunggu semakin jauh.
"Jadi, hal-hal itu yang dikritisi oleh Bung Hatta dan semuanya benar. Artinya, bahwa kondisi yang memprihatinkan saat itu disampaikan secara baik oleh Bung Hatta, tetapi bukan bermaksud menebarkan perasaan pesimis. Fakta diungkap bukan untuk menebarkan perasaan pesimis, tetapi bagaimana kita ke depan, agar bisa terjadi hal yang lebih baik," jelas Panut.
Di akhir pidatonya, lanjut Panut, Bung Hatta menyampaikan harapannya kepada UGM. Antara lain, meminta perhatian UGM terhadap persoalan negara di masyarakat yang intinya adanya realitas yang tidak sesuai dengan idealisme yang tertanam dan tumbuh dalam hati yang murni. "Bahwa cita-cita untuk Indonesia merdeka begitu mulia, begitu bagus, tetapi implementasinya pada saat itu menjadi kurang baik."
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait