JAKARTA, iNewsBekasi.id - Bule Amerika bernama Mustafa Davis menceritakan terkait dirinya mantap jadi mualaf. Davis sendiri merupakan pembuat film serta seniman dunia dari California.
Davis yakin mengucap dua kalimat syahadat setelah bergetar saat membaca Alquran Surat Maryam. Mulanya dia tidak terlalu mengenal agama Islam. Dirinya hanya mengetahui Islam adalah negara orang Arab.
Namun suatu hari pada 1996, dia bertemu seorang teman dalam perjalanannya menuju kampus. Belakangan Davis tahu dia dan pria bernama Whitney Canon itu belajar dalam kelas bahasa Prancis yang sama.
Lalu mengetahui Whitney adalah seorang seniman dan musisi sepertinya, Davis kerap melalui waktu bersamanya setelah itu, terutama di ruang piano di aula musik kampusnya.
Selama satu semester, dengan cara menyelinap, ia dan Whitney melalui waktu di ruangan itu, kemudian bermain musik atau berbincang tentang persoalan kerohanian di sana.
Pada suatu Rabu di tahun yang sama, bersama salah seorang temannya, Whitney Canon (kini Muslim), Davis sedang menyantap sushi di sebuah restoran Jepang dekat kampus. Dalam kesempatan itu ia menyampaikan sebuah pengakuan bahwa dirinya lelah dengan kehidupan yang dijalani.
"Aku ingin mengembalikan hidupku pada jalurnya," tulis Davis dalam sebuah note di akun Facebook-nya seperti dikutip dari kanal YouTube Mualaf Terbaru-KMid melalui Okezone Muslim.
Menurut dia, gaya hidupnya kala itu menjauhkannya dari kesuksesan, dan hanya agama yang mungkin mengubahnya. "Aku harus kembali ke rumah ibadah," ujarnya.
Tiba-tiba Whitney bertanya, apakah dirinya pernah berpikir tentang Islam? Davis menjawab “tidak” dan mengatakan pada Whitney bahwa Islam adalah agama Arab atau gerakan separatis bangsa kulit hitam. Dari banyak informasi dan peristiwa, Davis hanya memiliki stigma negatif tentang Islam di dalam otaknya.
"Selain itu, aku belum pernah melihat Muslim yang baik dan taat waktu itu," katanya.
Mendapati respons negatif dari Davis, Whitney kemudian bercerita tentang kakak laki-lakinya yang masuk Islam. Dari kakaknya, Whitney mengatakan bahwa Islam bukan hanya untuk Arab serta merupakan agama universal.
Whitney lalu melontarkan pertanyaan baru kepada Davis, "Apakah kamu mengetahui Muhammad?"
Davis mengaku hanya mengetahui satu orang dengan nama Muhammad, yakni Elijah Muhammad yang merupakan salah satu pemimpin utama di Nation of Islam. Whitney lalu menjelaskan hanya ada seorang pria bernama Muhammad yang merupakan nabi asal Arab yang sesungguhnya.
"Kau harus mengenalnya," kata Whitney kala itu.
Mendengar kata "Arab", Davis tidak tertarik untuk masuk ke perbincangan yang lebih jauh tentang Islam. Dia mengakhiri perbincangan itu dan beranjak menuju tempat kerjanya, sebab Davis bekerja pada malam hari.
Pulang dari tempat kerjanya, Davis singgah di sebuah toko buku untuk membeli kitab agamanya dahulu. Saat melewati deretan rak bertema "Filosofi Timur", pandangan Davis tiba-tiba tertuju pada sebuah buku berwarna hijau.
Ada nama "Muhammad" tertulis dengan huruf timbul berwarna emas di sampulnya. "Aku menghentikan langkahku, berpikir sejenak, dan mengambil buku itu dari rak," ucapnya.
Rasa ingin tahu Davis tergugah saat membaca judul kecil di bawah tulisan "Muhammad", yakni "Kehidupannya Berdasarkan Sumber Paling Awal".
"Kata 'Sumber Paling Awal' menggelitikku karena aku sangat mengetahui adanya debat teologis tentang sejumlah kesalahan yang ditemukan dalam kitab. Fakta itu menggangguku," kata pendiri Cinemotion Media dan Mustava Davis Incorporation ini.
Dia lalu membuka buku itu dan dengan susah payah coba membaca banyak kata dalam ejaan Arab. "Empat atau lima kalimat yang kubaca menyebut kata 'Alquran' beberapa kali," ungkapnya.
Ejaan-ejaan Arab yang menyulitkan itu lalu dirasanya membenarkan pemahamannya bahwa Islam adalah agama orang Arab. Maka, Davis mengembalikan buku itu ke rak.
Saat beranjak meninggalkannya, tulisan emas di sampul buku itu kembali menarik pandangan Davis, sehingga ia kembali melihat ke arah buku tersebut. Ketika itu ia melihat sebuah buku lain berjudul "The Quran", dan teringat pada beberapa kata yang baru ia baca dalam buku berjudul "Muhammad".
Setelah mengambil dan membukanya secara acak, Davis berhadapan dengan halaman pertama Surat Maryam. "Aku membaca surat itu dari awal hingga akhir dan merasakan tubuhku bergetar saat membaca penjelasan detail tentang kelahiran Nabi Isa yang menakjubkan," ujarnya.
"Aku tidak menyangka bahwa Muslim memercayai kelahiran yang menakjubkan itu, dan bahwa mereka tidak memercayai sosok anak Tuhan. Sebagai seorang non-Muslim, aku tidak pernah bisa menerima pernyataan bahwa Tuhan mempunyai anak," sambungnya.
Davis menangis dengan terjemahan Alquran di tangannya. Ia memutuskan membeli kitab itu, lupa dengan tujuannya membeli kitab agamanya dahulu, dan meninggalkan toko buku itu.
Keesokannya saat berjalan menuju kampusnya, Davis dititipi barang jualan milik temannya bernama Khadim. Ketika itu Khadim ingin menjalani Sholat Zuhur.
Saat bersama Khadim itulah seorang mahasiswa Pakistan menghampiri dan menyapa pria Senegal itu. Seperti Khadim, ia mengira Davis seorang Muslim, dan gembira saat mendengar Davis telah membaca Alquran.
Dia kemudian menawari menawarkan dirinya untuk menemani Davis melihat-lihat masjid. Davis menerima tawarannya.
Keesokan harinya, mahasiswa tersebut menjemput Davis dan membawanya ke sebuah masjid milik Asosiasi Komunitas Muslim di Santa Clara Kalifornia setelah terlebih dulu dia mengajak makan siang di rumahnya. Saat tiba di masjid, Davis disambut sekira 40 pria yang menyapanya sembari tersenyum.
Usai duduk dan bergabung dengan pria-pria tersebut, Davis ditanya apakah dia mengetahui sesuatu tentang Islam. Dia pun menceritakan Alquran yang dibelinya dan menyampaikan hal-hal tentang Islam yang diketahuinya lewat kitab tersebut.
"Lalu seorang di antara mereka bertanya apakah aku memercayai Nabi Muhammad dan tanpa ragu kujawab 'Ya'. Aku ditanya apakah aku percaya tentang anak Tuhan, kujawab 'Tidak'."
Dia kemudian menjelaskan banyak hal mengenai Islam pada Davis, malaikat, kitab-kitab Allah Subhanahu wa ta'ala, hari perhitungan (yaumul hisab), dan banyak lainnya. Setelah memberikan penjelasan itu, dia bertanya apakah Davis memercayai semua itu.
Davis kembali menjawab "Ya". Lalu pria itu berkata, "Itu adalah apa yang dipercayai oleh Muslim dan kamu memercayainya. Maka apakah kamu ingin menjadi seorang Muslim?"
Davis kembali menjawab "Ya" tanpa keraguan sedikit pun. Pria itu lalu membimbingnya membaca dua kalimat syahadat. "Aku ingat hari itu tanggal 17 Ramadhan 1416 Hijriah," pungkasnya.
Allahu a'lam.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait