Kemudian, kata dia, gempa dan tsunami di Banten 2018 lalu juga sama sekali tidak ada kaitannya dengan megatrhust ini. Sebab, bencana itu disebabkan oleh plank collapse, yang mana runtuhnya badan gunung sehingga material gunung yang runtuh menimbulkan tsunami.
Sebagai catatan, Daryono mengungkap bahwa di Selat Sunda sudah terjadi sebanyak 10 kali tsunami, baik yang disebabkan oleh gempa maupun oleh erupsi Gunung Krakatau. Untuk yang disebabkan oleh gempa terjadi tahun 1722, 1852 dan 1958. Dan akibat erupsi Krakatau sebanyak 3 kali termasuk yang paling populer tahun 1803.
“Akibat erupsi Krakatau tahun 416, ada di kitab raja-rajanamanya Kitab Raja Purwa, kalau nggak salah. 1803 itu letusan yang populer katastropik, selain material tumpah yang kontak dengan air laut, katastropik meletusnya seperti mercon, dan 1928,” paparnya.
Selain itu, Daryono menambahkan, tsunami akibat longsoran gunung Krakatau terjadi 4 kali, yakni 1851, 1883, 1889, dan terakhir 2018 kemarin sudah 10 kali. Dia mengakui bahwa dari beberapa kejadian
Namun tentu, lanjut dia, tidak boleh pesimistis karena yang terpenting adalah memetakan mitigasi guna menjamin keselamatan masyarakat.
“Di sana ada potensi multihazard, kita tdk boleh pesimis atas apa yang terjadi, kita perlu memetakan mitigasi yang akhirnya bisa menjamin keselamatan masyarakat, kita akan lakukan,” tutup dia.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait