
BEKASI, iNewsBekasi.id- Hadits Arbain kelima menyangkut perkara bid’ah. Imam An-Nawawi berkata: hadits yang akan dibahas ini berisikan dalil bahwa peribadatan, seperti mandi, wudhu, puasa dan shalat, jika dilakukan dengan menyelisihi syariat, maka tertolak atas pelakunya.
Berikut hadits dari Rasulullah SAW:
عَنْ أُمِّ المُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Imam An-Nawawi menulis dalam syarah hadits di atas bahwa, suatu ketika, Rasulullah SAW didatangi seseorang dengan maksud untuk menebus perbuatan dosa yang dilakukannya dengan 100 ekor kambing. Namun, Rasulullah SAW menolak karena hal itu tidak diatur dalam agama. Artinya, tertolak atau raddun.
Orang yang datang mengadu kepada Nabi SAW mengatakan: “Sesungguhnya anakku menjadi buruh pada orang ini lalu berzina dengan istrinya. Aku mendapatkan kabar bahwa anakku harus dirajam, maka aku menebusnya dengan 100 ekor kambing dan seorang sahaya wanita.”
Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sahaya dan kambing dikembalikan kepadamu.” (HR Bukhari no 2724, Muslim no 1697).
Dalam hadits tersebut berisikan dalil bahwa orang yang mengada-adakan dalam agama, suatu bid’ah yang tidak sejalan dengan syariat, maka dosanya ditimpakan kepadanya, amalnya tertolak, dan ia mendapatkan ancaman, sebagaimana beliau bersabda:
“Barang siapa yang mengada-adakan suatu bid’ah atau melindungi pelaku bid’ah, maka ia mendapatkan laknat Allah.” (HR Bukhari no 1870, Muslim no 1370)
Imam Ibnu Daqiq berkata: hadits ini adalah kaidah agung dari kaidah-kaidah agama. Ini termasuk Jawami’ al-Kalim (kalimat yang ringkas tapi padat makna) yang diberikan kepada al-Musthafa Nabi SAW.
Ini adalah penolakan terhadap semua jenis bid’ah dan segala yang diada-adakan. Hadits ini menjadi dasar atas dibatalkannya semua akad yang terlarang dan tiada manfaatnya. Menurut ahli ushul, larangan itu menunjukkan kerusakan.
Sementara As-Sa’di berkata: semua bid’ah yang diada-adakan dalam agama yang tiada dasarnya dalam Kitab dan Sunnah, di antaranya: bid’ah qauliyyah kalamiyyah, seperti Tajahhum (berpaham Jahmiyah), Rafdh (paham Syiah/ Rafidhah), I’tizal (Mu’tazilah), dan lainnya, maka semua tertolak pelakunya.
Begitu juga dengan maupun bid’ah amaliyyah, seperti beribadah kepada Allah dengan peribadatan yang tidak disyaratkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua itu tertolak pelakunya. Wallahu a’lam.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: siapa yang melakukan amal shalih, walaupun pada dasarnya disyariatkan tetapi tidak berdasarkan pada cara (tata cara) yang diperintahkan, maka ia tertolak.
Misalnya, barangsiapa yang menjual sesuatu yang diharamkan, maka jual belinya batil. Siapa yang shalat sunnah tanpa sebab pada waktu yang dilarang, maka shalatnya batil.
Siapa yang berpuasa pada hari raya, maka puasanya batil. Semua contoh tersebut tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya sehingga semuanya batil dan tertolak. Wallahu a’lam.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait