
JAKARTA, iNewsBekasi.id- Ketua Dewan Direktur GREAT Institute Syahganda Nainggolan menilai sejauh ini agenda politik dan ekonomi yang dibawa Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan ke lima negera disambut positif di setiap negara yang disinggahi.
Sejak 9-15 April 2025, Presiden Prabowo melakukan kunjungan kenegaraan ke lima negara yakni Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania dalam rangka membangun hubungan politik dan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional khususnya di Global South.
Hal ini disampaikan Syahganda Nainggolan, merangkum Focus Groupd Discussion (FGD) bertema “Mencermati Arah Politik dan Diplomasi Prabowo di Timur Tengah dan Turki” yang diselenggarakan di kantor GREAT Institute, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).
"Melihat komitmennya membangun solidaritas global, Prabowo berpeluang besar menjadi pemimpin baru dunia," ungkap Syahganda.
Namun, Syahganda menilai, pemerintah perlu membangun komunikasi politik yang lebih baik sehingga kebijakan luar negeri Indonesia tidak mendapatkan persepsi negatif.
Dalam FGD itu, turut hadir beberapa keynote speaker seperti Nurhayati Assegaf, Hilmy Bakar Almascaty, dan Teguh Santosa. Sementara sejumlah ilmuwan dan pemerhati yang memberikan respons dan menajamkan pokok-pokok pikiran adalah Rizal Darmaputra, Zarmansyah, Indra Kusuma Wardhani, Rahmi Fitrianti, Iswandi Syahputra, dan Sudarto. Juga dihadiri Smith Alhadar, Omar Thalib, Dr. (Cand.) Turino, Abdullah Rasyid, Wahyono, dan Hanief Adrian.
Senada dengan yang disampaikan Syahganda, Direktur Geopolitik GREAT Institute Teguh Santosa menguraikan dilema setiap negara di arena internasional yang anarkis.
Hubungan dengan negara lain haruslah dibangun tanpa menciptakan ketergantungan atau the absence of dependency.
“Salah besar bila kita mengatakan bahwa antitesa dari ketergantungan pada satu negara hegemonik adalah dengan dengan bersandar pada negara hegemonik lain. Antitesa dari ketergantungan pada satu negara adalah meniadakan ketergantungan pada negara itu, dan pada negara lain," ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Teguh, dinamika yang terjadi di arena internasional saat ini, yang dipicu oleh perang tarif yang dilancarkan pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat dan direspons dengan sangat keras oleh pemerintahan Xi Jinping di Tiongkok, harus dijadikan momentum untuk membangun kemitraan dengan negara-negara lain berdasarkan prinsip saling menghormati kedaulatan.
Karena itu, Teguh yakin bahwa kunjungan Prabowo ke sejumlah negara dan komunikasinya dengan pemimpin-pemimpin dunia dilakukan dalam kerangka itu.
Di sisi lain, salah satu keynote speaker Zarmansyah mengingatkan Indonesia memiliki investasi yang sangat besar pada proses perdamaian di banyak kawasan dunia. Sayangnya, investasi perdamaian itu seringkali ditinggalkan begitu saja.
“Saya berharap, Presiden Prabowo juga memberikan perhatian pada investasi perdamaian yang sudah kita lakukan di banyak negara. Kehadiran Indonesia dalam menjaga perdamaian di banyak negara dan kawasan harus difollow up dengan kerja sama ekonomi sehingga Indonesia memiliki mitra alternatif yang lebih luas,” ujar Zarmansyah.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait