BEKASI, iNewsBekasi.id- Universitas Pancasila (UP) melalui Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH FH) menggelar focus group discussion (FGD) bertajuk ‘Kajian Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan: Menuju Tata Kelola Hutan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan’.
FGD digelar sebagai respons kritis atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 yang belakangan menjadi sorotan banyak kalangan.
Perpres ini merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, khususnya pada klaster kehutanan.
Namun ini memunculkan kekhawatiran akan potensi pengabaian prinsip-prinsip keadilan ekplogis dan sosial yang telah ditegaskan dalam konstitusi, UU Cipta Kerja, putusan Mahkamah Konstitusi, serta UU. No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dekan Fakultas Hukum (FH) UP Prof. Eddy Pratomo mengatakan, UP mendukung penuh kebijakan kehutanan berpihak kepada masyarakat dan lingkungan.
Dalam FGD ini dilakukan analisis Perpres No. 5 Tahun 2025 secara komprehensif dengan membandingkan ketentuannya terhadap UU No. 6 Tahun 2023, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No. 24 Tahun 2021, serta beberapa putusan Mahkamah Konstitusi.
“Selain itu, forum ini juga mengkaji dampak kebijakan penertiban kawasan hutan terhadap hak-hak masyarakat dan kepastian hukum perizinan, serta memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan,” kata Eddy dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).
Menurut dia, kampus memiliki kewajiban agar pelaksanaan aturan kehutanan tetap memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi dalam tata kelola hutan dan lingkungan.
Diharapkan dengan adanya paparan para ahli, diskusi interaktif, dan tanya jawab dengan peserta, FGD menghasilkan pemetaan persoalan yang komprehensif serta rekomendasi strategis untuk memperkuat tata kelola kawasan hutan yang lebih adil, partisipatif, dan berkelanjutan.
“Dengan adanya FGD ini, UP menegaskan komitmennya untuk mendorong reformulasi kebijakan kehutanan nasional yang berpihak pada perlindungan lingkungan hidup, penghormatan hak-hak masyarakat, serta komitmen Indonesia terhadap agenda perubahan iklim global,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Guru Besar Ahli Hukum FH UP Prof. Agus Surono memberikan beberapa catatan sementara terkait kajian atas Pepres Nomor 5 Tahun 2025.
Menurutnya, Pepres Nomor 5 Tahun 2025 belum sesuai dengan jiwa dan semangat UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tatacara Administratif dan Tatacara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Denda Administrasi di Bidang Kehutanan.
“Perpres Nomor 5 Tahun 2025 menggunakan sanksi pidana dalam penertiban kawasan hutan, padahal UU Nomor 6 tahun 2023 dan PP Nomor tahun 2021 telah menekankan prinsip ultimatum remedium, yaitu mengedepankan saksi administratif sebelum pidana,” ujarnya.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan, dalam lampirannya tentang materi muatan peraturan perundang-undangan yang dapat memuat ketentuan pidana hanya dalam peraturan setingkat undang-undangan dan perda dengan menerapkan sanksi pidana.
“Di dalam konsideran menimbang Perpres Nomor 5 Tahun 2025 menggunakan Pasal 110 A dan 110 B nomor 18 tahun 2013 jo UU No. 6 Tahun 2023 dan PP No. 24 tahun 2021 sebagai dasar hukumnya,” pungkasnya.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait
