JAKARTA, iNewsBekasi.id - Di tengah mencuatnya wacana legalisasi kasino di Indonesia, muncul usulan dengan ketentuan hanya boleh diakses oleh Warga Negara Asing (WNA). Akademisi dari STIE Ekuitas, Vidya Ramadhan menyebut pendekatan tersebut bisa menjadi alternatif penerimaan negara, asalkan diiringi regulasi ketat dan pengawasan langsung.
"Misalkan dibuka kasino dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di daerah seperti di Bali atau Batam. Negara juga bisa ambil pajak dari transaksi judi kasino dengan syarat ada pengawasan langsung," ujar Vidya kepada wartawan, Selasa (20/05/2025).
Menurutnya, langkah ini dapat memberikan dampak positif dari sisi ekonomi dalam jangka pendek. Namun, ia mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, agar tidak terdampak secara negatif.
"Jangan sampai pelegalan kasino berdampak pada daya beli masyarakat karena itu bisa mengurangi tabungan kelompok masyarakat tersebut," jelasnya.
Vidya juga menyoroti aspek legalitas. Menurutnya, larangan perjudian yang tercantum dalam KUHP bisa diakomodasi dengan pengaturan khusus di wilayah tertentu. Dengan pendekatan hukum "lex specialis derogat legi generali", atau aturan khusus yang mengesampingkan aturan umum, kasino bisa saja dilegalkan dalam kerangka hukum tertentu seperti di KEK.
"Kalau ada aturan khusus itu bisa dipertimbangkan. Namun tetap harus melalui kajian mendalam dan disertai regulasi yang ketat," tegasnya.
Sementara, Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana menyatakan dukungannya terhadap legalisasi kasino darat yang dikendalikan negara, sebagai langkah yang lebih terkendali dibanding menjamurnya judi online ilegal yang sulit dipantau dan mengalirkan uang rakyat ke luar negeri.
Ketika ditanya wartawan apakah mungkin lokasi judi di tempatkan di pulau-pulau luar Jawa. Hikmahanto mengaku sepakat dengan ide itu.
"Di tempat di sebuah pulau atau tempat tertentu. Karena perputaran uangnya sangat besar. Dan kita bisa lebih mengendalikan daripada mereka beroperasi di Kamboja dan Myanmar," tambahnya.
Untuk perbandingan, Malaysia saat ini mengoperasikan satu-satunya kasino legal di negara tersebut, yakni Resorts World Genting yang dikelola oleh Genting Malaysia Berhad. Dalam laporan tahunannya, perusahaan itu mencatat pendapatan sebesar RM10,91 miliar pada 2024 atau setara Rp37,09 triliun (kurs Rp3.400). Jumlah ini bahkan lebih tinggi dari APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2025 yang hanya Rp30,99 triliun.
Sebagian besar pendapatan Genting berasal dari operasi kasino di Malaysia, meskipun perusahaan juga memiliki usaha di Inggris, Mesir, AS, dan Bahama.
Sebelumnya, Indonesia juga pernah memiliki gubernur yang progresif dalam mencari sumber pendanaan untuk pembangunan. Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977, dikenal berani mengambil langkah-langkah kontroversial demi pembangunan ibu kota.
Salah satu kebijakan yang paling menuai sorotan publik pada masanya adalah legalisasi dan pengelolaan perjudian, termasuk keberadaan kasino di Jakarta.
Kebijakan ini, meskipun menuai kritik dari banyak kalangan, terutama kelompok keagamaan, justru menjadi bagian penting dalam strategi pembiayaan pembangunan Jakarta.
Pada akhir 1960-an, Jakarta menghadapi tantangan besar dalam hal pembiayaan pembangunan. Sebagai kota yang sedang berkembang pesat, kebutuhan akan infrastruktur seperti jalan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum lainnya sangat mendesak.
Namun, anggaran yang tersedia dari pemerintah pusat sangat terbatas. Dalam situasi ini, Ali Sadikin menyadari perlunya mencari sumber-sumber dana alternatif di luar anggaran negara.
Jalan keluarnya melegalkan kegiatan perjudian tertentu seperti lotre, dan memberi izin beroperasinya kasino yang dikelola secara resmi.
Langkah ini ditempuh dengan pendekatan yang sangat terkendali. Tujuannya bukan untuk mendorong perjudian sebagai budaya, melainkan sebagai sarana mengumpulkan dana pembangunan yang cepat dan signifikan.
Editor : Eidi Krina Sembiring
Artikel Terkait
