BEKASI, iNewsBekasi.id - Ketua umum Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia (PMPRI) Rohimat alias Joker mendesak Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengevaluasi Dirut Perumda Tirta Patriot Ali Imam Faryadi alias Aweng.
Hal itu dikatakan Joker menanggapi viralnya video bahwa dirut Perumda Tirta Patriot itu tertidur saat membahas rapat penyertaan modal bersama Pansus DPRD Kota Bekasi pada (19/11/2025).
Joker menegaskan, meski Aweng telah menyampaikan permohonan maaf, namun balam beberapa kasus kesalahan besar atau skandal etika, pengunduran diri dari jabatan sering dianggap sebagai bentuk akuntabilitas tertinggi.
Dia menilai tidak cukup dengan permohonan maaf dari yang bersangkutan. Wali Kota Bekasi juga harus mengambil langkah konkret untuk memperbaiki situasi atau kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan tersebut.
"Permohonan maaf tentu harus diterima, namun terpenting adalah bagaimana sanksi tegas juga harus diberikan. Jika ada kesalahan cukup minta maaf maka akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan," tegas Joker kepada wartawan di Bandung, Selasa (2/12/2025)
Joker mengungkapkan bahwa permohonan maaf adalah langkah awal yang penting, tetapi jarang menjadi satu-satunya tindakan yang diharapkan dari seorang pejabat publik yang melakukan kesalahan signifikan.
Lebih lanjut, permintaan maaf menunjukan bahwa seolah peduli dengan perasaan orang lain. Kemudian, permintaan maaf diklaim mampu menunjukan bahwa yang bersangkutan mampu mengambil tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
Lantas, pertanyaannya kemudian, mengapa banyak public figur indonesia klarifikasi atas perbuatannya hanya dengan minta maaf?
"Ada beberapa alasan mengapa ini bisa menjadi pola atau kecenderungan yang sering dilakukan oleh public figure," katanya.
Di Indonesia, budaya memaafkan sangat kuat. Dalam banyak kasus, permintaan maaf dianggap cukup untuk menyelesaikan masalah, meski seharusnya ada pertanggungjawaban hukum atau etika. Ini bisa membuat pejabat merasa cukup “cuci tangan” dengan minta maaf saja.
"Banyak kasus di mana pejabat publik melakukan sesuatu yang kontroversial atau merugikan publik, kemudian meminta maaf setelah tekanan masyarakat, tetapi tidak ada sanksi hukum atau pertanggungjawaban nyata," tegasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
