RITUAL adegan seksual menjadi bagian festival Onda Matsuri di Jepang. Festival ini merupakan festival menanam padi dalam kebudayaan Jepang yang sudah ada sejak zaman dulu.
Festival memohon padi tumbuh subur dan panen berlimpah itu disertai adegan ritual seks terbuka dan dilihat banyak orang.
Festival ini adalah tradisi kuno yang sudah ada sejak masa pemerintahan Kaisar Temmu pada 1.300 tahun yang lalu, dan awalnya merupakan bagian dari Oimi no Matsuri.
Festival ini diadakan setiap tahun pada minggu pertama di bulan Februari di Kuil Asukaniimasu-Jinjya. Di kuil ini, orang-orang menyembah dewa mereka agar diberkati dengan panen padi yang melimpah, hujan yang cukup, dan pengusiran roh jahat.
Mengutip dari beberapa sumber, Onda Matsuri adalah jenis festival yang diadakan di seluruh Jepang dengan meniru proses bertani untuk mendoakan panen yang baik. Di festival Kuil Hirose, bukan air yang dilempar dan dihamburkan, melainkan pasir. Itulah sebabnya ritual ini dikenal sebagai festival yang aneh.
Awalnya, festival ini disebut dengan Otaue Sinji. Petani Asuka telah mewarisi festival ini sebagai tradisi. Petani muda Asuka memakai topeng Tengu (goblin hidung panjang) dan Okina (orang tua), kemudian mengayunkan tongkat bambu untuk melindungi orang dari roh jahat.
Perayaan biasanya dimulai dengan drum Jepang (Ichiban-daiko), diikuti oleh drum Jepang lainnya (Niban-daiko). Ini adalah ciri khas dalam festival panen. Bagian pertama dari Onda Matsuri ini adalah upacara persembahan doa untuk menanam padi, menanam benih, dan menggarap sawah.
Kemudian drum Jepang ketiga (Sanban-daiko) dimainkan untuk puncak festival. Ini adalah upacara kebahagiaan yang luar biasa untuk pernikahan.
Perayaan biasanya dimulai dengan drum Jepang (Ichiban-daiko), diikuti oleh drum Jepang lainnya (Niban-daiko). Ini adalah ciri khas dalam festival panen.
Bagian pertama dari Onda Matsuri ini adalah upacara persembahan doa untuk menanam padi, menanam benih, dan menggarap sawah. Kemudian drum Jepang ketiga (Sanban-daiko) dimainkan untuk puncak festival. Ini adalah upacara kebahagiaan yang luar biasa untuk pernikahan.
Pengunjung akan dihibur oleh pasangan yang disebut sebagai Otafuku dan Tengu, mereka akan menari dan memainkan drama yang berpura-pura menjadi pasangan suami istri yang sedang berhubungan seksual, serta mengenakan kostum yang khas.
Festival ini sangat gamblang dengan adegan-adegan, seperti posisi seksual, tamparan, dan sebagainya juga diperagakan. Ritual ini dikenal sebagai Tane tsuke (kawin).
Setelah Tane tsuke, pasangan itu berdiri, membersihkan kertas dari kimono mereka dan membagikannya kepada para pengunjung. Kertas itu disebut sebagai Fukuno-kami, hanya satu pengunjung yang beruntung mendapatkannya dalam tiap tahun.
Banyak orang percaya jika mereka mendapatkan kertas itu dan menggunakannya di rumah, dia akan dikaruniai seorang anak. Biasanya, festival ritual seksual seperti itu hanya dipratikkan di desa-desa pertanian di pegunungan sekitarnya.
Dilihat dari sudut pandang rakyat, Asuka, yang merupakan masyarakat maju sejak Jodai, memiliki tradisi seperti itu. Dalam festival ini juga terkenal dengan pertarungan pasirnya dan menjadi sorotan. Para peserta, petani, dan sapi yang berperan menjadi liar dengan saling melempar pasir.
Bagi sebagian orang mungkin menganggap festival ini aneh dan gamblang, tetapi banyak orang lainnya yang bersenang-senang di festival tersebut. Dan itu adalah kebiasaan lama yang dirayakan oleh pria dan wanita dari seluruh wilayah setiap tahun dengan banyak kesenangan dan kegembiraan
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta