GARA-gara ghibah di akhirat nanti bisa jadi bangkrut amalan pahala. Tak jarang orang yang beribadah namun masih senang ghibah membicarakan keburukan orang lain. Padahal dampaknya sangat luar biasa saat akhirat kelak.
Akibat ghibah, membeci orang dan menzaliminya maka bersiaplah di akhirat nanti pelaku ghibah tidak akan mampu memberikan satu amal kebaikan untuk orang-orang yang dicintai; ayah dan ibu, begitu pula kepada anak-anak dan isteri atau suami tercinta.
"Namun, engkau terpaksa harus memberikan banyak kebaikanmu untuk orang lain yang kau benci yang pernah kau ghibahi atau zalimi selama di dunia," ujar Ustaz Dr. Musyaffa’ Ad Dariny MA dalam suatu pesannya. Jadi mari lindungi tabungan amal dari ghibah, jangan terkecoh dengan alasan-alasan indah yang menghiasnya.
Rasulullah shollallahu ’alayhi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan (seperti ghibah) atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449, hadis Abu Hurairah.
"Anda bisa bayangkan, betapa ruginya. Anda yang susah payah beramal, eeh… orang lain yang memetik buahnya. Orang lain yang berbuat dosa, tapi Anda yang merasakan pahitnya. Dan Allah tidak pernah berbuat zholim sedikitpun terhadap hamba-Nya. Iya benar… ini adalah disebabkan kesalahan manusia itu sendiri. Ini dalil betapa tingginya harkat martabat seorang muslim, dan betapa besar bahaya daripada dosa ghibah," bebernya.
Apakah hadis ini mengisyaratkan adanya pertentangan dengan ayat, وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS. Fathir: 18) Jawabannya adalah, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari, “Tidak ada sedikitpun pertentangan antara hadis tersebut dengan ayat.
Karena sejatinya, dia mendapatkan hukuman seperti itu disebabkan oleh perbuatan dosanya sendiri, bukan karena dosa orang lain yang dibebankan kepadanya begitu saja. Jadi, pahala kebaikan yang dikurangi, dan keburukan orang lain yang dibebankan kepadanya, sejatinya adalah bentuk dari akibat dosa dia sendiri. Dan ini adalah bukti akan keadilan peradilan Allah ta’ala.”
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta