get app
inews
Aa Read Next : Kasus Pencabulan Anaknya Mangkrak di Polres Jaktim, Ibu Korban Minta Keadilan

Perempuan Ini Diperkosa Sejak Usia 10 Tahun, Alami Gangguan Stres Pascatrauma

Minggu, 14 November 2021 | 21:45 WIB
header img
Wanita ini bangkit usai diperkosa saat usia 10 tahun (Foto: The Sun)

INGGRIS,iNews.id - Pelecehan seksual dialami Tania Vine sejak usia 10 tahun. Kejadian itu menandai dimulainya empat tahun neraka dalam hidupnya.

Pelakunya terus memperkosanya dan berulang kali menyerangnya sampai dia dibawa ke rumah sakit saat berusia 14 tahun dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).   

Kondisi Tania, dari Plymouth, sangat menyedihkan sehingga dia harus diberi makan melalui selang selama tiga tahun, bahkan pada usia 20 tahun, dia mencoba untuk bunuh diri, dengan mematahkan punggungnya. Dia menginap di unit psikiatri sampai dia berusia 21 tahun, saat dia mencoba untuk pulih dari kejadian buruk yang menimpanya. 

Tragisnya, kematian nenek tercintanya juga memberinya guncangan. Saat itu dia membutuhkan dukungan neneknya untuk sembuh dan membangun kembali hidupnya. 

Sekarang, di usia 34 tahun dia telah menikah dan memiliki dua orang putra. Tania dengan berani berbicara tentang masa lalunya untuk membantu orang lain yang mengalami trauma serupa. Dia berkampanye untuk meningkatkan aksesibilitas tes "smear" (test deteksi dini untuk kanker rahim) bagi korban yang mengalami pelecehan seksual. 

Bahkan di Depan Anak-anaknya Tania berharap untuk membuat pemeriksaan intim lebih mudah bagi wanita yang mungkin menemukan prosedur yang traumatis, dengan cara menambahkan pertanyaan sederhana ke proses pemesanan NHS dan menanyakan apakah prosedur itu bisa memicu rasa trauma pasien. 

“Saya telah membangun kembali hidup saya ke tingkat di mana saya punya anak, saya menikah, saya punya pekerjaan, tetapi saya masih sangat terdampak oleh pelecehan yang saya derita sebagai seorang anak, dan saya akan tetap seperti itu selama sisa hidup saya,” terangnya kepada The Sun. 

“Karena saya tahu tingkat pelecehan yang memengaruhi Anda, saya ingin membuat sesuatu yang positif berdasarkan dari pengalaman saya,” lanjutnya. “Jika itu dapat membantu siapa pun di masa depan, bahkan jika hanya satu orang, maka itu akan membuat pengalaman saya menjadi hampir berharga,” ungkapnya.

Menderita dalam diam Tania merasa tidak mampu berbicara tentang pelecehan yang dialaminya. Menderita dalam diam, dan trauma itu memakan korban. Dia mengenang peristiwa itu sebagi titik terberat dalam hidupnya. ”Saya tidak dapat mengungkapkan apa yang telah terjadi [pada saya], karena itu terjadi selama beberapa tahun, jadi semua hal inilah yang terjadi dan tidak ada yang tahu mengapa saya melakukan hal itu,” ujarnya. 

“Dulu saya pernah overdosis di sekolah dan mereka harus memanggil ambulans,” lanjutnya. “Saya pernah melukai diri sendiri secara masif. Saya bahkan melarikan diri ke London, polisi menemukan saya dan harus membawa saya kembali,” ujarnya. 

“Orang-orang tidak tahu mengapa saya [berperilaku] seperti saya saat itu. Banyak dari persahabatan saya rusak, dan kemudian saya mulai menjadi sangat terpukul dan pergi ke rumah sakit,” jelasnya. 

Saat berusia 14 tahun, Tania mengalami trauma berat akibat pelecehan tersebut. Dia harus dirawat di bangsal psikiatri di Taunton dengan PTSD kompleks, anoreksia nervosa, dan depresi kronis. “Karena saya berada di rumah sakit untuk waktu yang lama, hampir tidak ada orang yang tetap berhubungan dengan saya,” ujarnya. 

"Saya mungkin memiliki dua atau tiga teman yang tetap bersama saya untuk melalui semua itu,” lanjutnya. Ketika penyakit Tania semakin parah, dia dipindahkan pada usia 15 tahun ke unit yang aman di Slough, 150 mil jauhnya dari teman dan keluarga. 

Di sana, dia diberi makan melalui selang selama tiga tahun karena PTSD dan anoreksianya yang memburuk. “Kejadian itu sangat traumatis... Rumah sakit mengatakan itu adalah kasus gangguan stres pasca-trauma terburuk yang pernah mereka lihat pada seorang anak,” terangnya. 

“Di Plymouth, ada ibu saya yang bisa datang dan mengunjungi, tetapi ketika kondisi saya sangat buruk sehingga saya harus pergi ke London, Anda ditempatkan di bangsal ini tanpa seorang pun yang Anda kenal,” ujarnya. “Di unit yang aman Anda harus mandi dan pergi ke toilet dengan dua orang yang mengawasi Anda. Anda dilucuti dari martabat apapun,” terangnya. 

“Itu benar-benar bukan pengalaman yang menyenangkan atau bermanfaat. Saya pikir mereka mungkin melakukan lebih banyak kerusakan daripada kebaikan,” ungkapnya.

Editor : Vitrianda Hilba Siregar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut