JENDERAL TNI Edi Sudrajat lahir pada 22 April 1938 adalah lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) angkatan pertama pada 1960 sekaligus peraih Adhi Makayasa atau lulusan terbaik.
Tugas pertamanya sebagai sebagai Komandan Peleton di Batalyon Infanteri 515/Tanggul, Jember selama dua tahun (1961–1962) dan berpartisipasi dalam Operasi Trikora.
Setelah itu pada tahun 1960-an Sudradjat ditugaskan dalam operasi melawan pihak Republik Maluku Selatan, Organisasi Papua Merdeka, serta Gerakan 30 September.
Tapi siapa yang mengira jika Jenderal Edi Sudrajat mantan Panglima ABRI sekaligus Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) yang dikenal lihai dalam dunia telik sandi dan menembak, dia juga jago bermain gaple.
Hobi itu ditekuninya sejak menjadi taruna Akademi Militer dan kerap dimainkannya di waktu senggang ketika dia terlibat dalam berbagai operasi militer seperti di Timor-Timur.
Mendiang Letnan Jenderal TNI Kuntara. (Foto: Penerangan Kopassus)
Dalam buku biografi "Edi Sudradjat, Back to Basic: Dari Operasi ke Operasi" karya Yudhistira ANM Massardi, Iwan Santosa dan Hendi Jo disebutkan, suatu ketika pada suatu siang di tahun 1988, Kolonel Sutiyoso (Asisten Operasi Komandan Jenderal Kopassus) dan Kolonel Agum (Asisten Intel Kopassus) diperintahkan untuk datang ke rumah Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Edi Sudradjat. Saat menuju rumah KASAD, mereka berdua sempat bertanya-tanya, ada apa gerangan?
Setiba di sana, ternyata sudah ada komandan mereka, Brigjen Kuntara. Rupanya Edi mengundang mereka bertiga hanya untuk mengajak bermain gaple. Singkat cerita, mulailah mereka masuk dalam permainan. Edi berpasangan dengan Kuntara, sedangkan Sutiyoso bermitra dengan Agum.
Meskipun menghadapi senior-seniornya, Agum dan Sutiyoso tetap melakukan perlawanan secara serius. Pada suatu kesempatan, Agum bisa menggaple kartu sehingga skor langsung berubah menjadi 2-0 untuk kemenangan pasangan Agum-Sutiyoso. Saking gembiranya atas kemenangan itu, Agum berteriak senang sambil menari-nari jejingkrakan.
“Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando”
Melihat ulah rekannya itu, Sutiyoso sempat was-was. Dia khawatir kedua perwira tinggi yang ada di hadapannya itu tersinggung. Namun hatinya mulai lega saat melihat sikap Edi dan Kuntara. Alih-alih tersinggung, mereka berdua malah tertawa-tawa melihat ulah Agum.
“Di situlah saya melihat sosok Pak Edi yang sangat fair dan gentlemen. Kalau main kalah, ya kalah,” ujar Sutiyoso dalam biografi Edi Sudradjat, Back to Basic: Dari Operasi ke Operasi karya Yudhistira ANM Massardi, Iwan Santosa dan Hendi Jo.
Namun tak urung, sepulang dari rumah Edi, Agum sempat ditegur juga oleh Sutiyoso.
“Gum, enggak nyadar apa kamu tadi, nari-nari depan KASAD?” ujar Sutiyoso.
“Waduh! Iya ya Yos, aku lupa,” kata Agum seraya mesam-mesem.
Agum Gumelar. (Foto: Dok)
Jenderal Edi Sudradjat meninggal dunia pada hari Jumat 1 Desember 2006 atau dalam usia 68 tahun akibat gangguan paru-paru di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta