get app
inews
Aa Read Next : Pendeta Gilbert Lumoindong Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Singgung Soal Zakat

Target Rukun Islam, Begini Penjelasan Lengkap Ulama

Jum'at, 10 Desember 2021 | 08:22 WIB
header img
Kitab Suci umat Islam, Al-Quran.(Foto: Freepik)

TARGET  Rukun Islam bagaimana maksudnya? Penjelasan ulama KH Drs Syarifuddin Mahfudz. MSi  ini semoga menjadi pencerah. Sebagaimana diketahui bahwa kualitas keimanan dan keagamaan setiap orang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Demikian juga kualitas dan kuantitas ibadah serta ketaqwaannya.

Secara kuantitas misalnya, ada orang yang  masih pada tahap awal belajar beribadah, ada yang sudah pada tahap yang lebih tinggi, tidak saja amaliah wajib yang dia laksanakan, tetapi  amaliah sunnahpun sudah secara rutin dia laksanakan.

Oleh karena itu setiap Muslim seyogyanya selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya dari waktu ke waktu. Dan dia senantiasa fokus kepada target yang harus dapat dicapai.

Adapun target dari rukun Islam yang lima adalah sebagai berikut:

Pertama; Syahadatnya syahadatusy  Syuhada, yakni syahadatnya para syuhada, syahadatnya orang-orang yang mampu menjadi saksi atas kebaikan dan keluhuran agama Islam.

Dalam surat Al Hajj,  22: (78) Allah SWT berfirman :
 
هُوَ سَمّاكُمُ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ قَبْلُ وَفيْ هَذىَ لِيَكُوْنَ الرَّسُوٌلُ شَهِيْداً عَلَيْكُمٌ وَتَكُوْنْ شَهَداَءَ عَلىَ النَّاسِ
“Dia ( Allah ) telah menamai kamu Muslimin sejak dahulu dan ( begitu pula ) dalam ( Al Qur’an ini ), supaya Rasul menjadi saksi atas kamu dan supaya kamu semua menjadi  syuhadaa ‘alan naas=saksi atas segenap manusia”

Seorang Muslim yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat, bahkan telah berkali-kali mengucapkannya, antara lain dalam shalat, hendaknya dia mampu mengimplementasikannya dalam hidup sehari-hari. Menjadi saksi dan teladan bagi manusia lain atas kebaikan, keluhuran, dan kesempurnaan agama Islam.

Sebagaimana Rasulullah saw,  keseluruhan hidup beliau menjadi saksi dan keteladanan. Sehingga bila orang lain ingin tahu apa dan bagaimanakah Islam itu, sebelum mereka sempat mempelajarinya melalui berbagai buku dan ilmu, cukuplah dengan melihat penampilan kita sehari-hari.

Orang kagum kepada kita yang ibadahnya taat, akhlaknya terpuji, tutur katanya santun, penolong, dermawan, rendah hati dan berbagai karakter indah lainnya. Hal itu akan menjadi sarana da’wah yang sangat manjur.

Kita sungguh sangat prihatin bila melihat kenyataan di masyarakat Muslim dewasa ini. Sepertinya ada gap atau kesenjangan antara ajaran dan akhlak Islam yang luhur dengan perilaku sebagian Muslim yang ngawur.

Jauh dari nilai-nilai agama yang dianutnya. Amuk massa dan kekerasan terjadi di mana-mana, nafsu amarah merajalela, wajah-wajah yang angker tanpa senyum, fitnah dan adu domba.

Belum lagi perilaku tidak terpuji lainnya, seperti koruptif, berlaku dholim alias tidak adil , penyimpangan dan penyelewengan.

Perilaku demikian tentu saja akan merusak citra Islam, lebih-lebih di kalangan non Muslim. Sehingga semboyan yang menyatakan bahwa "AL ISLAAMU YA’LUU WALAA YU’LAA ‘ALAIHI-Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi atasnya"

Jadinya hanya lip service belaka. Yang terjadi justru "AL ISLAAMU MAHJUUBUN BIL MUSLIMIIN-( Kebaikan ) Islam terhijab/tertutup oleh (kelakuan) orang-orang Muslim”.

Kedua; Sholatnya Sholatul  Khosyi’in, shalatnya orang-orang yang khusyu’, shalat yang dilaksanakan dengan penuh kekhusyu’an.

Sebagaimana diajarkan ilmu fiqih bahwa shalat baru sah apabila  syarat-syaratnya terpenuhi, rukun-rukunnya tidak ada yang terlewati, bahkan sunnah-sunnahnya pun dilakasanakan juga. Namun shalat yang demikian bukanlah target yang harus dicapai, karena baru sebatas untuk memenuhi kewajiban secara fiqhiyah saja.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Mu’minun,  23 : 1-2  sebagai berikut:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُوءْمِنَوْن . اَلَّذِيْنَ هُمْ فيِْ صَلاَتِهِمْ خاَشِعُوْن
“-Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, ( yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”.

Para ulama fiqih sependapat bahwa khusyu’ tidak termasuk rukun atau syarat sahnya shalat, karena mereka berpendapat bahwa khusyu’ lebih banyak berkaitan dengan masalah hati.

Sementara mereka hanya menetapkan hukum berdasarkan yang lahir, Allah SWT lah yang menangani yang batin. Khusyu’ adalah kondisi kejiwaan yang tidak dapat dijangkau oleh pandangan lahir.

Namun demikian para ulama fiqihpun secara tidak langsung banyak menekankan masalah khusyu’ ini, ketika mereka banyak memberikan penekanan kepada pentingnya memelihara gerak shalat, jangan sampai ada gerakan lain di luar gerakan shalat.

Atau ketika seseorang memulai shalat hendaknya dengan konsentrasi niat yang ikhlas lillaahi ta’ala, karena Allah semata-mata.

"Ibn Katsir menulis bahwa khusyu' dalam shalat baru terlaksana bagi yang mengkonsentrasikan jiwanya bagi shalat itu dan mengabaikan segala sesuatu selain yang berkaitan dengan shalat. Imam Ar Razi menulis bahwa apabila seorang sedang melaksanakan shalat, maka terbukalah tabir antara dia dengan Tuhan, tetapi begitu dia menoleh, tabir itupun tertutup". ( M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Mishbah, Vol 9 hal 146}.

Shalat yang khusyu’ juga dapat disimpulkan dari sifat ihsan, sebagaimana sabda Nabi saw : 

اَلإِحْسَانُ اَنْ تَعْبُدَ الله كَاَنَّكَ تَرَاهُ, فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
Ihsan ialah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, walaupun engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihat engkau” ( HR. Bukhari dan Muslim ).

 Selanjutnya sholatul khoosyiin tentu saja tidak hanya dilaksanakan dengan khusyu’ dan syahdu, tetapi juga shalat yang mampu mencegah pelakunya dari perbuatan dosa dan menjadikannya berakhlak mulia.

Dalam surat Al Ankabut, 29 : 45 Allah swt berfirman :

اُتْلُ ماَاُُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتاّبِ وَاَقِمِ الصَّلاَةَ اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشاَءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ الله اَكْبَرْ وَاللهُ اَعْلَمُ ماَتَصْنَعُوْنَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab ( Al Qur’an ) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Bahkan berdasarkan Al Qur’an, Al Hadits dan berbagai penjelasan para ulama, penulis berpendapat bahwa shalat khusyu’, yang menurut ayat 1 dan 2 surat Al Muminun menjadi karakter Mu’min yang sukses, shalat yang ideal yang harus menjadi target seorang Muslim itu ialah shalat yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

Dilaksanakan dengan khusyu’. Dilaksanakan dengan kaifiat atau tata cara yang benar sesuai dengan sabda Nabi saw “sholluu kamaa roaitumuu nii ushalli-salatlah kalian sebagaima kalian lihat aku shalat”.

Dilaksanakan dengan istiqomah-konsisten dan konsekuen sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Ma’arij ayat 23. Dilaksanakan dengan ihlas tidak ria sebagaimana diingatkan dalam surat Al Ma’un ayat 6.

Shalat yang senantiasa dipelihara dengan baik sebagaimana disebutkan dalam surat Al mu’minun ayat 9. Dan shalat yang dimanifestasikan dalam akhlak sehari-hari di luar shalat.

Ketiga; zakaatul mukhlishiin, zakatnya orang-orang yang ikhlas, zakat yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.
Setiap amaliah dan ibadah memang harus dilaksanakan dengan tulus dan penuh keikhlasan, karena Allah semata-mata, tidak karena yang lain.

Pada tulisan ini secara spesifik ikhlas atau mukhlis dikaitkan dengan pelaksanaan zakat, karena zakat (juga infak dan shodaqoh) berkaitan dengan pengeluaran harta, yang memiliki tantangan tersendiri untuk memelihara keikhlasannya.

Mengeluarkan harta yang telah susah payah dicari dan dikumpulkan, untuk diberikan kepada orang lain yang berhak, bagi sementara orang adalah sesuatu yang memberatkan, apatah lagi harus disertai dengan keikhlasan pula. 

Di sinilah pentingnya ikhlas dalam berzakat. Bahwa orang yang zakatnya dalam kategori zakaatul mukhlisin, tidak ada dari zakat atau kedermawanan yang dilakukannya, kecuali semata-mata mengharap keridhoan Allah SWT. Maka dalam berzakat berinfak dan bershodaqoh sebetulnya ada dua aspek yang harus diperhatikan, yakni:

1. Aspek kuantitas, yakni menyangkut jumlah, seberapa banyak jumlah zis yang dikeluarkan oleh seorang Muslim. Dan apakah jumlahnya sudah sesuai atau sudah patut dengan kekayaan yang dimiliknya.

2. Aspek kualitas, yakni menyangkut mutu zisnya itu apakah sesuai dengan target yang harus dicapai olehnya sebagai seorang Muslim, apakah zis yang telah dikeluarkannya betul-betul ikhlas karena Allah semata.

FirmanNya dalam surat At Tholaq, 65 : 2-3 sbb :

وَمَنٌ يَتَّقِ الله يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبْ

Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka”, (Ini menyangkut aspek kuantitas).

Di samping itu dia akan mendapat keberkahan dari Allah swt. Rezeki yang berkah dan “banyak” inilah yang menjadi dambaan kita semua.

Keempat, shaum atau puasanya, shaumul  mutathohhiriin, puasa yang mensucikan, puasanya orang-orang yang mampu mensucikan dirinya dari dosa-dosa.

Puasa yang benar, puasa yang harus menjadi target kita adalah puasa yang tidak hanya meninggalkan makan minum dan berhubungan suami isteri di siang hari, sebagaimana dijelaskan oleh definisi shaum menurut para fuqoha. Karena Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Tidaklah berpuasa itu dari makan dan minum, tetapi berpuasa itu adalah dari perbuatan kosong dan perkataan keji, maka jika kamu dicaci orang atau diperbodohkan, hendaklah katakan, “saya berpuasa, saya berpuasa”. ( HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu Hurairoh).

Maka yang penting bagi seorang Muslim yang sudah mampu melaksanakan puasa sesuai dengan tuntunan fiqih itu, ialah senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas puasanya, dengan meninggalkan semua perbuatan tercela.

Puasa yang demikianlah yang akan menghapus dosa yang telah dilakukan, bahkan mampu mengendalikan dirinya agar di masa datang tidak berbuat dosa lagi.

Rasulullah SAW bersabda dari Abu Hurairoh ra :

مَنْ صاَمَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ, وَفِيْ رِوَايَةٍوَماَتَاَخَّرَ

"Barangsiapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosanya yang telah berlalu-dalam riwayat lain-dan yang akan datang”.

Kelima, hajinya al hajjul mabrur, haji yang mabrur

Perintah haji antara lain terdapat dalam surat Ali Imron, 3 : 97.

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu ( bagi ) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah"

Adapun target yang harus dicapai oleh seorang jamaah haji sebagaimana sudah menjadi pengetahuan umum adalah haji mabrur.

Rasulullah saw bersabda ; 

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ اِلاَّالْجَنَّة.

“Haji mabrur tidak ada balasan lain kecuali surga”. (HR Bukhari Muslim).

Bermacam penjelasan para ulama tentang alamatul mabrur atau ciri-ciri haji mabrur, termasuk juga dari para tokoh berdasarkan pengalaman pribadi masing-masing.

Menurut  Sayid Sabiq dalam Fikih Sunnah  "Yang dinamakan haji Mabrur ialah: Ibadah haji yang tidak dicampuri perbuatan dosa.

Menurut Hasan ialah : Hendaklah dia kembali zuhud terhadap dunia dan menginginkan akherat "Sayid Sabiq, Terj Fikih Sunnah, jilid hal 34).

"Wahai Haji! Kemanakah tujuanmu kini ? Kembali kepada kehidupan dan duniamu yang semula? Apakah engkau yang telah menunaikan ibadah haji tidak berbeda dengan engkau yang sebelumnya? Jangan demikian! Engkau telah memainkan peranan Ibrahim di dalam pertunjukan simbolis ini "(Dr. Ali Shariati, Haji, terj Anas Mahyuddin, hal 179-180).

Maka esensi haji mabrur adalah, sekembali dari menunaikan ibadah haji, kualitas keislaman keimanan dan ketaqwaan yang bersangkutan lebih meningkat dari sebelumnya.

Atau dengan kata lain "selama di tanah suci menjadi tamu Allah , sekembali di tanah air menjadi duta Allah". Sebagaimana layaknya Dubes-Dubes kita di Luar Negeri yang selalu membawa aspirasi NKRI, maka Duta Allah selayaknya di manapun dia berada selalu membawa aspirasi Allah SWT.

Wallahu a'lam bish-shawab,

Editor : Vitrianda Hilba Siregar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut