Sa'ad segera berpaling dari gadis itu tanpa berkata apa-apa dan berjalan kembali ke Majelis Nabi. Atiqah menyeru ayahnya: "Wahai ayah, waspadalah jangan sampai wahyu Allah turun berkenaan penolakanmu terhadap Sa'ad yang dihantar oleh Rasulullah SAW sendiri, saya rela dengan apa yang dikehendaki Rasulullah, pergilah kepada baginda sebelum terlambat!".
Setibanya di masjid, Sa'ad melaporkan apa yang terjadi, kemudian bergabung dengan sahabat lainnya mendengarkan pengajaran Nabi. Tetapi tak lama kemudian, datanglah Amar bin Wahab dengan kedaan tergopoh menghadap Nabi.
Sebelum dia berucap apa-apa, Nabi mendahuluinya bersabda: "Kamukah orangnya yang menolak apa yang dikehendaki oleh Rasulullah!" Amar meminta maaf dengan penuh penyesalan, dia berkata: "Benar Ya Rasulullah, tetapi saya memohon ampunan kepada Allah. Saya menyangka dia berbohong dengan perkataanya. Kalau memang dia benar, kami bersedia menikahkannya dengan puteri kami, kerana kami berlindung dari kemurkaan Allah dan kemurkaan Rasul-Nya!"
Nabi sangat gembira dengan sikap Amar ini, Beliau memanggil Sa'ad untuk mendekat dan saat itu juga Amar menikahkan dengan puterinya, Atiqah, dengan maskawin 400 Dirham. Sa'ad sangat gembira dengan pernikahannya ini. Nabi bersabda kepadanya: "Pergilah kamu, dan pergauilah istrimu itu!"
Sa'ad berkata: "Wahai Rasulullah, Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan benar sebagai Nabi, saya tidak mempunyai apa-apa (untuk membayar maskahwin untuk isterinya) sebelum saya meminta kepada teman-teman saya."
Nabi memerintahkannya untuk meminta kepada tiga orang sahabat, yakni Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan Ali bin Abi Thalib. Masing-masing 200 Dirham, maka mereka pasti akan memberinya, bahkan melebihkan pemberiannya. Sa'ad melaksanakan perintah tersebut, dan dia memang memperoleh uang yang cukup bahkan berlebih untuk memberi belanja dan membayar maharnya.
Esok harinya dia pergi ke pasar untuk membeli barang-barang keperluan dan hadiah untuk isterinya. Tetapi belum sempat membeli sesuatu, terdengar seruan untuk berjihad: "Wahai penunggang kuda-kuda Allah, berjihadlah!"
Sa'ad berada di persimpangan dilema apabila mendengar seruan itu. Akhirnya, Sa'ad memilih untuk berjihad meninggikan kalimat Allah. Hilang sudah rencananya untuk membeli keperluan rumah tangga barunya. Hilang sudah bayang-bayang keindahan malam pertama dengan isterinya yang cantik, Atiqah binti Amar.
Dia memandang ke langit dan berkata, "Wahai Allah, Tuhannya langit dan bumi, Tuhannya Muhammad SAW, sungguh hari ini aku akan memakai uang yang ada padaku untuk sesuatu yang dicintai Allah, dicintai Rasul-Nya, dan dicintai oleh orang-orang yang beriman!"
Sa'ad membelanjakan uangnya untuk membeli kuda, pedang, tombak, perisai dan segala macam keperluan untuk berjihad di jalan Allah, termasuk perbekalannya. Dia mengikatkan kain serban di seluruh wajahnya, tubuhnya dan memakai baju besi yang menutup seluruh tubuhnya kecuali dua matanya, sehingga dia tidak mudah dikenali identitinya.
Ketika tiba di antara sahabat Muhajirin, mereka berkata: "Siapakah penunggang kuda yang belum kita kenali ini?" Sa'ad sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu, Ali bin Abi Thalib berkata: "Biarkanlah dia, barangkali dia datang dari daerah Bahrain atau Syam, dimana saat ini dia ingin mengorbankan dirinya untuk keselamatanmu."
Sa'ad memacu kudanya menuju garis depan dan bertempur dengan perkasanya. Tombak dan pedangnya tak pernah berhenti mengayun dan menyerang kaum musyrik. Ketika kudanya tampak kelelahan, dia turun untuk berperang dengan berjalan kaki, dan itu tidak mengurangi semangatnya memperoleh syahidnya.
Saat itu dia sedang berada di dekat baginda Nabi dan lengannya tersingkap sehingga tampak kehitaman kulitnya, beliau langsung bersabda, "Apakah engkau Sa'ad?" "Benar Ya Rasulullah!"
Nabi menatapnya dengan kagum, begitu juga beberapa sahabat lainnya yang akhirnya mengenali sang mujahid yang begitu bersemangat menggempur musuh ini. Rasanya belum lama mereka melihat Sa'ad dalam kegelisahan di majlis Nabi, tetapi yang tampak sekarang adalah sebaliknya, jiwa yang sangat hidup dan semangat menyala-nyala.
Nabi bersabda kepadanya: "Engkau sangat beruntung ya Sa'ad!"
Sa'ad makin bersemangat mendengar pujian Nabi tersebut. Ia pun semakin sengit menyerang musuh. Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba terdengar seruan: "Sa'ad telah gugur, Sa'ad telah gugur syahid!"
Nabi langsung mendatangi tempat Sa'ad menemui syahidnya. Beliau mengangkat kepala Sa'ad, topi besinya ditanggalkan dan beliau meletakkan di pangkuan beliau. Sambil membersihkan tanah yang ada di wajah Sa'ad dengan hujung pakaian beliau, Nabi bersabda: "Betapa semerbak harum baumu, betapa dicintainya engkau oleh Allah dan Rasul-Nya!"
Kelihatan beliau menangis, kemudian tertawa dan memalingkan wajah, lalu bersabda: "Demi Tuhan Ka'bah, Sa'ad telah sampai di telaga." Sahabat Abu Lubabah yang keheranan dengan sikap beliau berkata: "Wahai Rasulullah, apakah maksudnya telaga?"
Nabi bersabda: "Telaga yang diberikan Allah (kepada Sa'ad), yang luasnya antara Sana'a dan Basrah, tempatnya dihiasi oleh mutiara dan permata, airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Siapa yang minum sekali saja, ia tidak akan merasakan haus selama-lamanya.." (itulah telaga Al-Kautsar)
Abu Lubabah berkata lagi: "Wahai Rasulullah, aku melihat engkau menangis, lalu tertawa, kemudian memalingkan muka engkau."
Nabi menjelaskan: "Aku menangis karena rindu kepada Sa'ad, aku tertawa kerana melihat keadaan Saa'd di sisi Allah dan kemuliaanya di hadapan-Nya. Sedangkan aku memalingkan muka kerana aku melihat Bidadari-bidadari yang menjadi isterinya turun saling berebut mendekatinya sehingga terlihat betis-betis mereka, aku merasa malu melihat pemandangan tersebut!"
Kemudian Nabi memerintahkan seorang sahabat mengumpulkan barang-barang milik Sa'ad, kuda, pedang, tombak, perisai dan sisa perbekalannya, lalu memerintahkan sahabat untuk mengirimkannya ke rumah Amar bin Wahab, untuk diserahkan kepada istrinya, Atiqah binti Amar. Beliau juga menyampaikan pesan untuk Amar bin Wahab: "Allah telah menikahkan Sa'ad as-Sulami dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada putrimu."
Beginilah kisah sahabat yang mengutamakan Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya melebihi dari segalanya. Ia memilih berjihad di medan perang dan mengorbankan malam pertama dengan istri yang cantik jelita demi meraih kemuliaan di sisi Allah. Semoga bermanfaat.
Rasulullah SAW pernah berpesan dalam Khutbah Wada':
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ
Artinya: "Wahai manusia, sungguh Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian juga satu (Adam). Ketahuilah, tidak ada kemuliaan orang Arab atas non-Arab dan tidak pula orang non-Arab atas orang Arab. Begitu pula orang berkulit merah (tidaklah lebih mulia) atas yang berkulit hitam dan tidak pula yang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah, kecuali dengan takwa. Sudahkah aku menyampaikan hal ini?" (HR Ahmad 22391)
Wallahu A'lam.
Artikel ini telah terbit di SINDOnews dengan judul "Kisah Sahabat yang Buruk Rupa dan Miskin Jadi Rebutan Bidadari".
Editor : Eka Dian Syahputra