Setelah berabad-abab kemudian, suluk itu tetap hidup dan terus dirujuk. Salah satunya dalam Serat Cabolek. Suluk itu disalin dan dicetak. Tetapi, tidak hanya Sunan Panggung yang dihukum mati karena berbeda dengan ulama syariah.
Pada masa Kerajaan Islam di Jawa, sedikitnya ada 6 ulama tasawuf yang dihukum mati karena memiliki perbedaan ini.
Pertama adalah Syekh Siti Jenar. Dia dihukum mati dengan cara dipancung. Kemudian, Ki Anggeng Pengging dihukum mati dengan cara ditikam. Lalu Sunan Panggung, dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup.
Selanjutnya Ki Bebeluk atau Syekh Bagdad dihukum mati dengan cara ditenggelamkan ke sungai. Lalu ada Syekh Amongraga yang dihukum mati dengan cara ditenggelamkan ke dalam laut dan terakhir Ki Mutamakin yang diampuni.
Meski dibinasakan, ajaran-ajaran para ulama sufi Jawa itu tetap hidup hingga saat ini. Bagi masyarakat Tegal, Sunan Panggung bahkan juga dianggap sebagai penguasa lokal dengan gelar Panembahan Panggung.
Namanya juga diabadikan menjadi Desa Panggung. Ajarannya juga telah menyebar di wilayah pesisir utara Jawa bagian barat. Wilayah Cirebon, Tegal dan sekitarnya bahkan menjadi medan pertempuran Islam putihan dan kejawen.
Dalam pertarungan itu, tidak selamanya Islam putihan menang. Islam kejawen mengalami masa jaya dengan ajaran manunggaling kawula Gusti pada masa Kerajaan Islam Pajang yang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya.
Demikian ulasan singkat ini diakhiri, semoga memberikan manfaat kepada pembaca.
Sumber tulisan:
1. Ahmad Syafii Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama di Jawa, Yayasan Obor Indonesia, 2006.
2. Pusat Data Dan Analisa Tempo, Kisah Penting Masa Silam Gunung Lawu Bagi Peradaban Jawa, Tempo Publishing, Buku Elektronik.
3. Ayu Utami, Anatomi Rasa, Kepustakaan Populer Gramedia, Buku Elektronik.
4. Rojikin, Manunggaling Islam Jawa, Spektrum Multikulturalisme Islam Kontemporer, A-Empat, Buku Elektronik.
Artikel ini telah terbit di SINDOnews.com dengan judul "Sunan Panggung, Sufi Tanah Jawa yang Dihukum Mati karena Dianggap Sesat".
Editor : Eka Dian Syahputra