JAKARTA, iNews.id – Kejahatan keuangan atau financial crime masih sering terjadi. Salah satunya yang sedang menjadi perhatian publik adalah mengenai pemilik manfaat atau "beneficial owner", yaitu individu yang memiliki wewenang untuk menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas dalam suatu perusahaan.
Mereka juga memiliki kekuasaan untuk mengendalikan perusahaan dan berhak atas serta/atau menerima manfaat dari perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Yunus Husein, seorang pengamat hukum, pemilik manfaat adalah sosok di balik layar yang mengendalikan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini terlihat dalam kasus Kresna Life.
Yunus menyebutkan bahwa Michael Steven, pemilik Kresna Life, merupakan contoh dari pemilik manfaat yang merugikan nasabah.
“Jadi jika ingin mencari kejahatan keuangan, jangan hanya fokus pada perusahaannya. Cari orang di balik perusahaan tersebut, seperti Michael yang merupakan pemilik manfaat yang mengendalikan segalanya dan memanfaatkan perusahaan itu,” tegas Yunus dalam acara InfobankTalknews bertema "Hati-Hati Modus Financial Crime di Sektor Keuangan" pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Sebagai informasi, Michael Steven, pemilik Grup Kresna, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kasus PT Kresna Sekuritas, sebagaimana dilaporkan CNBC pada 13 September 2023.
Meski sudah menjadi tersangka, Michael Steven masih dapat memenangkan gugatan melawan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Yunus menjelaskan lebih lanjut bahwa buronan yang mengajukan gugatan dalam kasus pidana maupun perdata telah melanggar prinsip Fugitive Disentitlement Doctrine, yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap pengadilan.
Dia juga mengkritik administrasi pengawasan di sektor asuransi yang dianggap kurang baik dibandingkan dengan sektor perbankan.
“Kurangnya ketelitian administrasi ini bisa menjadi celah untuk mengajukan gugatan di PTUN. Namun, dalam kasus ini, celahnya bukan karena administrasi, tetapi faktor-faktor yang tidak jelas. Bagaimana bisa buronan terus-menerus menang?” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, menilai bahwa penegakan hukum yang cermat diperlukan dalam kasus Kresna Life, terutama oleh para hakim di PTUN. Jika tidak, hal ini bisa menciptakan preseden buruk.
“Di PTUN, yang diadili adalah alat bukti yang bersifat formal. Oleh karena itu, administrasi dari pembuat kebijakan harus sangat ketat. Dalam kasus Kresna Life, ketidakpatuhan terhadap hal-hal formal ini menyebabkan masalah. Meskipun kita juga mempersoalkan ketidakpekaan keputusan para hakim,” ujarnya.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta