Soal Tempe Masuk dalam Menu Program Makan Bergizi Gratis, Ini Kata FTI

JAKARTA, iNewsBekasi.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah bertujuan memastikan akses masyarakat terhadap pangan bergizi seimbang, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak sekolah, ibu hamil, dan lansia.
Dalam pelaksanaannya di sekolah-sekolah, tempe kerap menjadi salah satu komponen utama dalam menu MBG guna memenuhi kebutuhan protein harian anak-anak. Bahkan, tempe menjadi panganan wajib dalam makanan pokok masyarakat Indonesia.
Tempe, makanan fermentasi berbahan dasar kedelai, telah lama menjadi identitas kuliner Indonesia sekaligus sumber protein nabati berkualitas tinggi. Hal ini menjadikan tempe sebagai pilihan ideal untuk dimasukkan dalam program MBG yang kini tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Namun demikian, masih ada stigma negatif terhadap tempe. “Loh kok cuma dikasih tempe?” menjadi keluhan yang kerap muncul. Menanggapi hal ini, Forum Tempe Indonesia (FTI) menilai persepsi tersebut lumrah mengingat tempe sangat mudah dijumpai dan harganya relatif murah.
“Hampir seluruh pasar ada penjual tempe. Tercatat ada hampir 170.000 pengrajin tempe di Indonesia. Karena mudah didapat dan murah, masyarakat seringkali mengabaikan nilai gizi dan manfaat tempe,” ujar Sekretaris Jenderal Forum Tempe Indonesia M. Ridha, Selasa (20/5/2025).
Padahal, dalam 100 gram tempe terkandung sekitar 20 gram protein yang mengandung asam amino esensial, serat, vitamin B kompleks, serta mineral penting seperti zat besi, kalsium, fosfor, dan zinc. Nutrisi inilah yang menjadi target utama dalam setiap porsi MBG.
Lebih jauh, FTI menilai tempe juga berperan penting dalam mendukung ekonomi lokal. Dengan melibatkan pengrajin tempe sebagai mitra program MBG, biaya logistik dapat ditekan dan kualitas tempe lokal bisa lebih dikontrol.
Hal ini sekaligus mendorong para pengrajin meningkatkan standar keamanan pangan. “Sejak berdiri pada 2008, FTI fokus menaikkan kelas pengrajin tempe agar memenuhi standar higienitas. Tempe bukan hanya unggul dari sisi gizi, tapi juga harus terjamin keamanannya sebagai bahan pangan,” ucapnya.
FTI telah mengkurasi lebih dari 100 pengrajin tempe dari berbagai daerah yang lolos standar keamanan pangan. Daftar lengkapnya tersedia di situs resmi FTI yang juga menjadi pusat literasi tentang tempe dan kedelai.
Selain itu, FTI aktif di media sosial seperti Instagram dan YouTube untuk memperluas edukasi. Melalui program MBG, masyarakat juga mulai diedukasi tentang pentingnya protein nabati dan cara mengolah tempe menjadi menu sehat dan lezat.
Dari sisi sosial, MBG ikut memperkuat kearifan lokal dan membangkitkan kebanggaan terhadap pangan tradisional Indonesia. FTI berharap lebih banyak pengrajin tempe bergabung dalam platform mereka, sehingga masyarakat lebih mudah menemukan tempe yang sehat, aman, dan bergizi.
“Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, FTI mengajak semua pihak untuk lebih mengenal dan menyebarluaskan manfaat tempe. Ini langkah penting menjaga tempe sebagai warisan budaya kuliner Nusantara agar terus dihargai, terutama oleh generasi muda,” tutupnya.
Sementara itu, Guru Besar FEMA IPB University Prof. Dr Ikeu Tanziha mengatakan, kehadiran tempe dalam MBG sebenarnya tidak wajib, namun muncul secara natural karena menjadi bagian dari preferensi masyarakat dan solusi efisien dari sisi gizi dan ekonomi.
“Tempe tidak diwajibkan, justru muncul dengan sendirinya. Harganya terjangkau, sudah menjadi makanan keseharian masyarakat, mendukung UMKM, manfaatnya besar meningkatkan imunitas anak,” kata Staf Khusus Badan Gizi Nasional dalam seminiar FTI bertajuk MBG Makan Bergizi Gratis.
Editor : Abdullah M Surjaya