Hanan Berjuang Selamatkan Dagangan Kebakaran Taman Puring, Hati Teriris Hendak Ada yang Jarah
Kisah Pilu Hanan: Berjuang Selamatkan Dagangan di Tengah Kebakaran Taman Puring, Hati Teriris Hendak Ada yang Jarah
JAKARTA, iNewsBekasi.id – Di tengah kepulan asap sisa kebakaran yang meluluhlantakkan Pasar Taman Puring, Selasa (29/7/2025), ada kisah pilu dari Hanan, seorang penjaga toko.
Dengan mata berkaca-kaca, ia menceritakan bagaimana perjuangannya menyelamatkan barang dagangan bosnya justru diwarnai rasa sakit hati yang mendalam. Di tengah musibah, orang-orang tak dikenal malah mencoba menjarah barang yang susah payah ia evakuasi.
"Pas ngambil radio lumayan gede itu, kita bawa ke depan, udah kayak gitu ada yang mau maling lagi, bikin emosi, untungnya berat gak mungkin dibawa, kita saja bertiga. Apalagi semalam itu helm dicolongin juga, saya lihat ada orang yang ngambil 5 helm, diambilin ke motornya, ada juga yang bawa pakai karung. Sudah kena musibah ada aja yang mau jarah," ujarnya dengan suara bergetar, menahan amarah dan kesedihan yang bercampur aduk.
Pria yang sudah empat tahun mengabdikan dirinya di toko jual beli barang bekas di Pasar Taman Puring itu mengingat kembali detik-detik mengerikan saat api mulai berkobar. Ia awalnya mencium bau aneh, seperti rambut terbakar, hingga teriakan "kebakaran!" dari tukang kopi menyadarkannya.
"Api sudah sampai kios punya saya, baru sadar juga. Terus kita sempat lari ke toilet buat ambil air, tapi pas balik ini api udah gede," tuturnya, menggambarkan betapa cepatnya musibah itu datang.
Dengan keputusasaan, Hanan bersama dua rekannya berupaya menyelamatkan barang-barang berharga seperti radio antik besar dan tas, bahkan ikut membantu penjual kopi mengevakuasi barang-barang mereka. Namun, semua itu terasa sia-sia di tengah bayangan masa depan yang buram.
"Kita bingung mau apa, modal abis. Kerjaan satu-satunya buat ngidupin istri. Baru nikah saya kondisinya, belum kebutuhan, perabotan rumah. Saya tinggal di Karawaci," ungkapnya, suaranya tercekat menahan tangis.
Sejak kebakaran, Hanan tak bisa lagi tidur tenang. Pikirannya terus berkecamuk memikirkan bagaimana esok ia akan menafkahi keluarganya. Satu-satunya mata pencarian kini telah dilalap api, menyisakan kebingungan dan kegelisahan yang mendalam.
"Udah gak tenang itu tidur. Susah pokoknya. Sampai rumah cuma mikirin modal abis, mau gimana ke depan. Saya bingung mikir nasibnya," katanya, menatap puing-puing sisa kiosnya, seolah mencari jawaban atas nasib yang tak adil ini.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta