JAKARTA, iNewsBekasi.id - Upaya setan terakhir dan habis-habisan ialah menggoda manusia saat maut sedang menjemput atau sakaratul maut. Saat sakaratul maut pun merupakan saat yang berat. Di mana Rasululllah SAW sendiri menghadapi hal sangat besar itu. “Sesungguhnya bagi kematian itu ada sakaratnya,” ujar beliau sakaratul maut.
Mendengar hal itu, Fatimah ,putri Rasulullah SAW, mengatakan, “Sungguh engkau sangat menderita.” Dialog ini terdapat dalam hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari.
Sejumlah ulama mengatakan dalam kondisi sakaratul maut rawan terhadap godaan setan. Itu sebabnya Nabi Muhamad SAW dalam kehidupannya selalu memohon kepada Allah SWT agar tidak dikuasai setan saat kematian.
Dari Abu Al-Yusr ra, sesungguhnya Rasulullah SAW berdoa:
الَّلهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَدمِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ التَرَدِّي ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الغَرَقِ وَالحَرَقِ وَالهَرَمِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيطَانُ عِندَ المَوتِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَن أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدبِرًا ، وَأَعُوذُ بِكَ أَن أَمُوتَ لَدِيغًا )رواه أحمد،
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tertimbun, aku berlindung kepadaMu dari jatuh, aku berlindung kepadaMu dari tenggelam, kebakaran dan pikun. Aku berlindung kepadaMu dari gangguan setan pada akal dan agama saat sakratul maut. Aku berlindung kepadaMu dari mati dalam keadaan kabur dari jihad di jalanMu, aku berlindung kepadaMu dari mati karena terpatuk.”
Hadis tersebut diriwayatkan Ahmad, 3/427, Abu Daud, no. 1552 dan beliau tidak berkomentar, An-Nasai, no. 5531. Al-Hakim berkata dalam Al-Mustadrak, 1/713: Shahih sanad tapi tidak dikeluarkan oleh keduanya (Bukhari Muslim), dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud.
Al-Khathaby saat menafsirkan hadis tersebut mengatakan, permohonan perlindungan oleh Nabi SAW dari gangguan setan saat sakaratul maut adalah memohon agar tidak dikuasai setan saat dia meninggalkan dunia. Agar setan tidak dapat menyesatkannya. Menghalanginya dari taubat. Menghalanginya dari upayanya memperbaiki kondisinya dan ke luar dari kegelapan yang ada di hadapannya atau membuatnya berputus asa dari rahmat Allah Taala. Atau membenci kematian dan menyesali kehidupan dunia, sehingga dia tidak ridha dengan ketetapan Allah berupa kematian dan perpindahan ke kampung akhirat, sehingga dirinya mendapatkan akhir yang buruk berjumpa kepada Allah dalam keadaan marah kepadaNya.
Diriwayatkan bahwa tidak ada kondisi yang setan sangat bersungguh-sunugguh menggoda anak Adam selain menjelang kematiannya.
Dia berkata kepada golongannya, ‘Perhatikan perkara ini, karena, jika kalian tak berhasil hari ini, maka kalian tidak akan dapat melakukannya setelah hari ini.”
Godaan setan dalam kondisi tersebut sangat berat, karena saat itu seorang muslim sangat lemah dan berat, makanya Nabi SAW berlindung darinya dalam doa-doanya setiap sholat.
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُم فَليَستَعِذ بِاللَّهِ مِن أَربَعٍ : يَقُولُ : الَّلهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِن عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِن عَذَابِ القَبرِ ، وَمِن فِتنَةِ المَحيَا وَالمَمَاتِ ، وَمِن شَرِّ فِتنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Apabila salah seorang dari kalian membaca tasyahud, hendaklah dia berlindung kepada Allah dari keempat perkara ini, seraya membaca, ‘Allahumma inni a’uzu bika min azaabi Jahannam (Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari azab neraka jahanam), wa min azaabil qabri (dan dari azab kubur), wa min fitnatil mahya wal mamat (dan dari fitnah kehidupan dan kematian) wa min syarri fitnatil masihid-dajjal (dan dari fitnah al-masih Dajal).” [HR. Bukhari, no. 1377 dan Muslim, no. 588]
Wujud Setan
Ibnu Hajar dalam Kitab "Fathul Bari" mengatakan Ibnu Daqiq Al-Id berkata, fitnah kehidupan adalah apa yang dihadapi manusia dalam kehidupannya, berupa fitnah dunia, syahwat, kebodohan dan yang paling besar, kita berlindung kepada Allah, adalah fitnah di penghujung kehidupan menjelang kematian.
Adapun fitnah kematian, boleh dipahami sebagai fitnah menjelang kematian, disandarkan dengan kematian karena sangat dekatnya. Sehingga yang dimaksud dengan fitnah kehidupan adalah apa yang terjadi sebelumnya. Dapat juga yang dimaksud adalah fitnah kubur.
Fitnah setan kepada seorang muslim saat sakaratul maut adalah dengan menimbulkan keraguan sebagaimana mereka lakukan saat seseorang hidup.
Setan kadang berwujud dalam rupa orang yang paling dicintai oleh orang yang sedang sekarat. Sebagian ulama menyebutkan dalam kitab-kitab mereka, “Al-Qurthubi berkata dalam ‘at-tazkirah fi ahwal al-mauta wa umuril akhirah’
Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa seorang hamba jika menghadapi sakratul maut, maka ada dua setan yang duduk di sisinya. Yang satu di sisi kanannya dan yang satunya lagi di sisi kirinya.
Yang berada di sisi kanannya memiliki ciri seperti bapaknya, dia berkata kepadanya, ‘Wahai anakku! Sungguh aku sangat sayang dan cinta kepadamu, akan tetapi matilah dalam agama Nasrani, dia adalah sebaik-baik agama.'
Sedangkan yang di sebelah kiri berwujud seperti ibunya, dia berkata kepadanya, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya dahulu perutku menjadi tempatmu, ASI menjadi minumanmu, pahaku menjadi bantalmu, akan tetapi matilah dalam agama Yahudi, dia adalah sebaik-baik agama.”
Riwayat ini disebutkan oleh Al-Hasan Al-Qabisi dalam ‘Syarah Ibnu Abi Zaid’ yang dia karang dan maknanya disebutkan pula oleh Abu Hamid, dalam kitab ‘Kasyfu Ulumil Akhirah’
Hanya saja, apa yang disebutkan oleh Al-Qurthubi diragukan kesahihannya. As-Suyuthh mengatakan tidak menemukan hadis ini (dalam riwayat shahih).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu Al-Fatawa pernah ditanya tentang gangguan setan serupa. Beliau menjawab, adapun ditampilkannya agama kepada seorang hamba menjelang kematiannya sebelum kematiannya bukanlah perkara yang umum berlaku kepada setiap orang, tapi juga tidak dapat dinafikkan tidak terjadi pada setiap orang.
Menurut Ibnu Taimiyah, ada orang yang mengalami godaan diperlihatkan agama-agama menjelang kematiannya, adapula yang tidak. Terjadi pada sebagian kaum. Itu semua masuk dalam katagori fitnah kehidupan dan kematian yang kita diperintahkan untuk mohon kepada Allah dalam sholat-sholat kami.
Akan tetapi saat menjelang kematian, ujar Ibnu Taimiyah, setan lebih bersungguh-sungguh untuk menyesatkan manusia. Saat menjelang kematian adalah saat setan sangat bersungguh-sungguh untuk menyesatkan anak Adam, karena itu adalah saat mereka sangat membutuhkan. Dan Nabi SAW bersabda dalam hadis sahih:
الأَعمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Amal (ditentukan) di akhirnya.”
Beliau juga bersabda,
إِنَّ العَبدَ لَيَعمَلُ بِعَمَلِ أَهلِ الجَنَّةِ ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَينَهُ وَبَينَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ ، فَيَسبِقُ عَلَيهِ الكِتَابُ ، فَيَعمَلُ بِعَمَلِ أَهلِ النَّارِ فَيَدخُلهَا ، وَإِنَّ العَبدَ لَيَعمَلُ بِعَمَلِ أَهلِ النَّارِ ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَينَهُ وَبَينَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ ، فَيَسبِقُ عَلَيهِ الكِتَابُ ، فَيَعمَلُ بِعَمَلِ أَهلِ الجَنَّةِ فَيَدخُلُهَا
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang melakukan perbuatan ahli surga, hingga jarak antara dia dengannya hingga sehasta, namun telah tercatat ketentuan baginya, lalu dia beramal dengan amal ahli neraka, maka dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada hamba yang melakukan amal ahli neraka hingga jarak antara dia dengannya tinggal sehasta, namun telah berlaku ketentuan terhadapnya, lalu dia beramal amalan ahli surga, maka dia masuk ke dalamnya.” [HR. Bukhari, no. 3208, Muslim, no. 2643]
Karena itu, diriwayatkan bahwa saat yang paling diutamakan setan dalam menggoda manusia adalah saat menjelang kematiannya, dia berkata kepada anak buahnya, “Kalian goda orang itu! Sungguh jika kalian tidak dapat menggodanya, kalian tidak akan mendapat kesempatan lagi selamanya.”
Abdullah bin Ahmad bin Hambal mengisahkan tentang bapaknya yang mengatakan, “tidak lagi sesudah ini, tidak lagi sesudah ini’ adalah kisah yang masyhur.
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata, ‘Aku menyaksikan wafatnya ayahku; Ahmad. Aku memegang kain untuk mengikat jenggotnya. Dia menyadarinya kemudian dia bangun seraya berkata dengan mengisyaratkan, ‘tidak, sesudah ini, tidak, sesudah ini!!’
Dia melakukan hal itu berkali-kali. Maka aku bertanya kepadanya, ‘Wahai ayahku, apa yang tampak olehmu?’
Beliau berkata, ‘Sesungguhnya setan berdiri di hadapan kakiku dan mengigit jari jemarinya seraya berkata, ‘Wahai Ahmad, engkau telah lari dariku.’ Sedangkan aku berkata, ‘Tidak sesudah ini. Tidak (aku tidak ikut engkau) hingga aku mati.”
Aku berkata telah mendengar guruku, Imam Abu Al-Abbbas Ahmad bin Umar Al-Qurthuby di perbatasan Iskandariyah berkata, ‘Aku menyaksikan saudara dari guruku, Abu Ja’far Ahmad bin Muhamad bin Muhamad Al-Qurthuby di Cordoba yang sedang sekarat. Maka dikatakan kepadanya, ‘Ucapkan: Laa ilaaha illallah’.
Lalu dia berkata, ‘Tidak, tidak", ketika dia sadar, kami kisahkan hal itu kepadanya. Maka dia berkata, ‘Aku didatangi dua setan, di sisi kananku dan di sisi kiriku. Salah satunya berkata, ‘Matilah dalam keadaan Yahudi, karena dia sebaik-baik agama. Yang satu lagi berkata, ‘Matilah dalam keadaan Nasrani, karena dia sebaik-baik agama.” Maka aku berkata, ‘Tidak, tidak.’
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait