Keputusan untuk menjadi seorang mualaf bukan merupakan sesuatu yang mudah bagi Jordan. Selain melewati perang batin, dia harus siap menerima berbagai anggapan miring dari teman dekat hingga keluarganya selama kurang lebih setahun menjadi seorang mualaf.
Bahkan saat itu Jordan tengah menjalin hubungan dengan seorang wanita non-Muslim. Namun selain karena tekad kuat, ia menganggap memeluk agama Islam merupakan hal paling berharga dari apa pun.
"Kita sedang berbicara tentang sesuatu yang jauh lebih besar daripada hubungan dengan orang-orang, tetapi itu hal yang mudah untuk dikatakan sehingga Anda bisa saja terguling ke tepi dan kita sering berpikir hal terburuk. Kita berpikir mereka akan meninggalkan kita, saya pikir keluargaku akan bereaksi buruk, dan saya pikir pasanganku akan meninggalkanku, dan itu tidak benar-benar terjadi meskipun bisa saja itu suatu saat terjadi," tuturnya.
"Tapi saya menjadikan ini sebagai kesempatan untuk memberikan dakwah kepada diri sendiri dan menunjukkan kepada mereka bahwa Islam benar-benar mengubahmu menjadi orang yang justru lebih baik," sambungnya.
Terlebih lagi Jordan juga telah mengetahui bahwa Islam tidak harus membuatnya memutus hubungan dengan orang-orang sekitarnya.
"Aku percaya pada Allah dan aku percaya Muhammad adalah utusan terakhir Allah, jadi aku mengucapkan syahadat. Anda tidak harus menjadi seseorang yang benar-benar berpakaian Arab, dan Anda menutup hubungan dengan orang-orang non-Muslim, dan bukan itu artinya syahadat," paparnya.
"Menurutku ketika Anda mengucapkan syahadat, Anda kemudian naik ke tingkat kedua untuk melakukan sholat dan kemudian Anda percaya kepada Allah dan kemudian ke tingkat selanjutnya," tutupnya.
Allahu a'lam bisshawab.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait