BEKASI, iNews.id- Alat swab antigen dikuasai produk asing membuat para buruh pabrik alat kesehatan di Bekasi menjerit kehilangan pekerjaan. Lesunya produk alat kesehatan dalam negeri menjadikan buruh pabrik pembuatan alat kesehatan kehilangan pekerjaan.
Hal ini pun terjadi di salah satu pabrik produsen alat kesehatan di Kabupaten Bekasi. Lantaran dirumahkan, karyawan menggelar demo di depan tempat kerja mereka di PT Sri Tita Medika, Desa Hegarmukti, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Kamis (18/11/2021).
Mereka menyuarakan aspirasi soal kesejahteraan selama bekerja yang semakin memburuk. Terlebih beberapa di antaranya dirumahkan tanpa pernah dipanggil kembali.
"Kami mohon manajemen perusahaan untuk memerhatikan nasib kami ke depannya dan juga teman-teman kami yang sudah dirumahkan," ucap Owi Indra, perwakilan buruh.
Dari hasil perundingan dengan pihak manajemen, kondisi perusahaan tengah lesu. Kendati di tengah pandemi persoalan kesehatan sangat diprioritaskan, tetapi pabrik pembuatan peralatan kesehatan ini justru kekurangan pesanan.
"Memang sekarang banyak produk yang dipakainya itu yang impor padahal kan di kami ada. Kami berharap Presiden Jokowi mendengar supaya bisa mengutamakan produksi alat kesehatan dalam negeri ketimbang alat kesehatan impor," kata Owi.
Manajemen PT Sri Tita Medika tak memungkiri perusahaannya sedang terpuruk menyusul sulitnya pendistribusian alat kesehatan. Produksi alat swab dalam negeri tidak dipakai karena lebih banyak impor.
"Perusahaan sedang berusaha mendapatkan pasar untuk dipasok. Tapi, kondisinya saat ini banyak produk yang malah dari luar negeri sedangkan produk dalam negeri justru tidak dipakai padahal secara kualitas kami lebih baik dan harganya lebih terjangkau," ujar General Manager PT Sri Tita Medika Heru Purnomo.
Dia menyayangkan banyak pihak yang lebih memilih menggunakan produk impor untuk kebutuhan tes PCR maupun antigen. Bahkan, alat impor tersebut dipakai BUMN yang bergerak di bidang transportasi seperti di stasiun dan bandara. Padahal, seharusnya perusahaan pelat merah mendukung penggunaan produk dalam negeri.
Perusahaannya sudah bergerak di bidang alat kesehatan sejak sebelum pandemi. Lalu, saat Covid-19 melanda Indonesia, pihaknya turut memproduksi kebutuhan kesehatan lainnya di antaranya masker dan stik swab.
Secara kemampuan, pihaknya dapat memproduksi alat swab hingga 25 juta per bulan. Namun, kenyataannya permintaan di lapangan jauh di bawah itu. Dari 5 juta alat yang diproduksi, hanya ratusan ribu hingga satu juta alat saja yang berhasil terdistribusi.
Kondisi ini membuat perusahaan membuat kebijakan untuk merumahkan karyawan. Dengan kondisi tersebut, dia berharap ada keberpihakan dari pemerintah terhadap pengusaha lokal.
"Kami tidak butuh subsidi dari pemerintah karena kami masih sanggup membiayai produksi yang dibutuhkan. Yang kami butuhkan sekarang adalah pasar yang adil bagi kami dalam mendistribusikan alat swab antigen. Makanya, apabila tidak ada pasar yang adil dalam mendistribusikan produk kami, maka masalah itu akan berbuntut pada kesejahteraan karyawan karena mau tidak mau kami harus memangkas gaji dan merumahkan beberapa karyawan karena finansial perusahaan perlu diselamatkan," beber Heru.
Dia menilai regulasi yang dikeluarkan pemerintah sebetulnya sudah baik. Namun, dalam pelaksanaan di lapangan tidak sesuai regulasi yang telah dibuat dan diarahkan.
"Harapan kami semoga regulasi yang telah ditentukan bisa berjalan dengan semestinya agar produk buatan dalam negeri diutamakan," ucapnya.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait