6. Memakan Hak Anak Yatim
Anak yatim merupakan status seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya karena meninggal dunia. Mengonsumsi harta anak yatim tergolong gunah kabeera (dosa besar), tidak adil, dan haram.
Allah Subhanahu wa Ta'ala bahkan menyebutkannya dalam Alquran:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, mereka hanya memakan api di perutnya, dan mereka akan dibakar dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (QS An-Nisa (4): 10)
7. Membiarkan Keburukan (Dayyuts)
Sikap suami atau bapak dapat dikatakan orang yang permisif atas pergaulan bebas bukan mahram laki-laki dan perempuan lainnya seperti istri, anak perempuan, atau saudara perempuannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، … والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم”
"Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka." (HR Bukhari nomor 2278 dan Muslim: 1829)
8. Riba
Riba merupakan tindak yang dinilai dosa. Secara umum, riba diketahui sebagai bunga. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa (kewajibanmu) dari riba (yang belum dipungut) jika kamu (benar-benar) beriman." (QS Al-Baqarah (2): 278)
9. Berputus Asa
Berputus asa dilarang dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَالُوا بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْقَانِطِينَ
Artinya: " Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa'." (QS Al Hijr: 55)
10. Syirik
Dosa besar yang terakhir yaitu syirik. Syirik dalam Islam yakni menempatkan suatu makhluk setara dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan kata lain menyekutukan atau menyaingi Allah Ta'ala dalam ketuhanan, ibadah, bisa juga dalam nama dan sifat-Nya.
Wallahu a'lam bisshawab.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait