4. Jangan Terganggu Kesenangan Singkat
Gaya hidup mewah yang diimpikan banyak orang cuma kesenangan singkat. Konsumerisme jadi berlebihan saat melampaui apa yang dibutuhkan.
Hal yang tersisa hanyalah keinginan menginginkan lebih, sebab saat mulai mengonsumsi lebih dari yang dibutuhkan, batasan mulai dihilangkan. Dalam prosesnya, perlahan-lahan mulai kehilangan waktu, uang, tenaga, demi mengejar kesenangan singkat.
"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan kesenangan. Namun jauh lebih baik rumah di akhirat bagi mereka yang Al-Muttaqun (orang bertakwa). Maka apakah kamu tidak akan mengerti?" (QS Al An'aam: 32)
5. Jika Tidak Membutuhkan Sesuatu, Langsung Sedekahkan
Sebagian besar dari umat manusia tahu apa dan berapa banyak yang "dibutuhkan" untuk menjalani kehidupan yang nyaman. Segala sesuatu di luar itu cuma jadi "barang" yang dimiliki. Umat manusia pun tahu perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.
Akan tetapi, kerapkali saat menengok sesuatu yang disukai, manusia berkata pada diri sendiri akan menyimpannya tanpa bertanya apakah benar-benar membutuhkannya, dan jika tidak, harus benar-benar menyumbangkannya atau memberikannya sebagai hadiah.
Ibunda Aisyah radhiyallahu anha bersedekah 70 ribu dirham, sementara roknya sendiri dulu ditambal.
6. Didorong dan Fokus
Fokus pada apa yang memberi semangat, apa yang membuat bahagia dan apa yang benar-benar penting. Tak perlu dihantui target untuk harta benda, namun difokuskan pada akhirat.
Rumah tangga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam hidup berkecukupan, tetapi menjalaninya dengan sederhana. Rasulullah meninggal hanya dengan beberapa harta karena lebih suka membangun rumahnya di akhirat daripada di dunia.
Maka dari itu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam menginvestasikan waktunya untuk melakukan perbuatan baik, membantu orang lain dan menyebarkan serta mengajarkan risalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
7. Memaksimalkan apa yang dimiliki
Terlepas dari semua tanggung jawab yang dimiliki Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam sebagai seorang pemimpin, guru, dan hakim; beliau memanfaatkan sedikit harta yang dimilikinya dan biasa memerah susu kambingnya, menambal pakaiannya, memperbaiki sepatunya serta membantu pekerjaan rumah tangga. (Lihat kitab Musnad Ahmad, hadits nomor 23606 dan dinyatakan shahih oleh Syekh Albani dalam Shahih Al Jaami’, hadits nomor 4937)
Wallahu a'lam bisshawab.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait