Pedagang Thrifting di Pasar Senen Menolak Ajakan Pemerintah Beralih Jual Produk Lokal

Advenia Elisabeth/Eka Dian Syahputra
Ilustrasi Baju Bekas. Foto: MNC Media

JAKARTA, iNewsBekasi.id - Pedagang thrifting menolak ajakan pemerintah beralih jual produk lokal. Menurut mereka, hal tersebut tak dapat menjamin mendatangkan keuntungan yang sama dengan menjual pakaian second impor.

"Memang bisa dijamin saya untung dengan alih usaha itu? Saya sudah 25 tahun, anak saya kuliah dari hasil ini, dan saya tidak merugikan pemerintah dan meminta lowongan kerja. Saya mandiri dalam kehidupan, kenapa harus dihanguskan? Ayo dong rangkul para pengecer ini jangan hanguskan rakyat ini," ungkap Laura, Pedagang Baju Thrifting di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Dia menuturkan, banyak keunggulan bila menjual pakaian thrifting di Pasar Senen. Walau kondisinya bukan baru, setidaknya barangnya branded, kualitas masih oke. Harga yang ditawarkan juga jauh di bawah harga baju baru baru.

Untuk jenis baju branded dijual mulai dari Rp10.000 sampai Rp30.000 per item. Ada juga yang dijual Rp50.000 hingga Rp300 ribu, tergantung merek. Sementara celana jeans mulai dari Rp35.000 sampai Rp60.000 per item.

Dengan harga segitu, kalangan menengah ke bawah bisa membeli. Pedagang asongan, tukang becak, supir angkot, ibu rumah tangga, pelajar, hingga pekerja.

"Dengan produk pakaian bekas orang beli branded dengan harga murah, apakah produk lokal bisa bersaing? Orang terbantu loh pakai baju bekas ini dengan murah ada yang seribu kalau obralan, yang branded lagi paling murah Rp50.000, paling mahal Rp300ribu, apalagi? Jadi ini bukan solusi dong ceritanya," tutur Laura.

Sejalan, Pedagang thrifting bernama Deri juga mengatakan tidak setuju dengan rencana pemerintah tersebut. Menurutnya, mengganti pakaian thrifting dengan pakaian lokal bukanlah langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

Dia menilai, pakaian thrifting punya banyak keunggulan daripada pakaian lokal.

"Kurang greget saja kalau barang lokal itu karena kalau namanya impor itu kan sudah ketahuan barangnya, modelnya, dari segi bahannya, kualitasnya juga bagus semua walaupun barangnya, barang second. Tapi kalau mau diganti dengan barang baru kayaknya bukan suatu jalan yang tepat, bukan menyelesaikan masalah itu namanya," ungkap Deri.

Di sisi lain, Deri mengatakan, tindakan pemusnahan pakaian bekas oleh pemerintah membawa dampak buruk terhadap usahanya. Pembeli menurun drastis sehingga omzet yang didapat pun turut melandai. Dari sebelumnya Rp1 juta per hari jadi sekitar Rp500 ribu per hari.

Lanjut dia, konsumen merasa takut membeli barang bekas impor lantaran pemerintah memberikan kampanye negatif pada pakaian second.

"Sangat berkurang (omzetnya). Karena mereka itu ditakut-takuti oleh pemerintah. Bahasanya ada virus, padahal tidak. Selama ini covid ada di Indonesia bahkan kami di sini pedagang thirfting jualan terus enggak ada namanya kematian gara-gara thrifting," bebernya.

Deri pun menambahkan, dari situasi sekarang ini harga pakaian bekas impor jadi terdongkrak. Misal biasanya satu baju dijual seharga Rp20 ribu, kini naik menjadi Rp25 ribu.

Editor : Eka Dian Syahputra

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network