Berita bahagia makin lengkap sebab Adib juga lulus seleksi dan menjuarai kompetisi riset teknologi di Korea Selatan.
"Alhamdulillah, sebelum ke Amerika, saya bisa ikut kompetisi riset internasional di Korea Selatan. Alhamdulillah, saya mendapat medali perak," kisahnya.
Di tengah rasa bahagia akan prestasi di Korea Selatan dan peluang kuliah di Amerika, mahasiswa kelahiran tahun 2002 ini mendapat kabar duka. Ibu yang sangat disayangi dan selama ini dirawat, wafat.
Duka makin dalam karena saat itu Adib masih berada di Korea Selatan. Sehingga, dia tidak bisa mengurus jenazah ibunya hingga dimakamkan.
"Namun saya tetap kuat dan harus meneruskan perjuangan ibu agar bisa menjadi orang bermanfaat untuk semua orang," tekadnya.
Adib mengenang dia sebenarnya juga mendapat tawaran untuk diterima kuliah satu semester di Columbia University, salah satu Ivy League Universities di Amerika Serikat (salah satu universitas top di AS). Tapi tidak sempat menindaklanjuti pendaftaran, karena sampai penutupan, dia harus merawat ibunya yang sakit keras.
Ibunya sempat membaik sehingga dia bisa ikut kompetisi riset di Korea Selatan. Tapi Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah menetapkan batas usia sang bunda. Semoga almarhumah senantiasa mendapat limpahan rahmah.
"Batal masuk Columbia University, saya alhamdulillah diterima di Rochester Institute of Technology, salah satu universitas bergengsi juga di Amerika," ucapnya penuh syukur.
Meski hanya 6 bulan, kesempatan kuliah di Negeri Paman Sam tidak boleh disia-siakan. Adib coba mempersiapkan segala sesuatunya, sesuai kemampuannya, sembari menunggu jadwal keberangkatan.
"Ini merupakan langkah awal bagi saya untuk bisa terbang dan terus tholabul ilmi di berbagai negara, dan terus berupaya menemukan sesuatu yang baru," ungkapnya.
"Mari kita buktikan bahwa anak desa juga bisa," pungkas Adib. Wallahu a'lam bisshawab.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait