BEKASI, iNews.id- Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FHUP) melantik Prof Reda Manthovani sebagai Guru Besar bidang Ilmu Hukum Pidana. Reda adalah guru besar pertama yang dilantik di tahun 2024.
Dalam orasi ilmiahnya Reda menyampaikan soal Relasi Literasi Digital dengan Pencegahan Tindak Pidana Hoaks dan Tindak Pidana Ujaran Kebencian di Tahun Politik 2024.
Reda yang merupakan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan, ujaran kebencian dan hoaks di tahun politik 2024 tidak sebanyak tahun 2019. Situasi politik di tahun 2019 lebih rumit dan bervariasi.
“Alhamdulillah sih ya, sekarang kalau dibandingkan tahun 2019 walaupun masih dalam proses, di 2024 tidak serumit waktu 2019. Karena memang dulu mungkin paslonnya (capres) cuma dua, jadi head to head. Jadi sudah terbelah dari awal. Nah kalau yang sekarang nih kan memang ada tiga jadi sampai sejauh sekarang ini pun Alhamdulillah lah tidak sesemarak tahun 2019,” katanya usai pelantikan, Kamis (25/1/2024).
Faktor yang melatarbelakangi kejahatan hoaks dan ujaran kebencian di tahun politik 2024 antara lain rendahnya literasi digital dan faktor ekonomi dan faktor lingkungan. Upaya penindakan melalui pidana tidak cukup untuk menanggulangi kejahatan ujaran kebencian dan hoaks di tahun politik 2024.
“Oleh karenanya diperlukan upaya pencegahan oleh penegak hukum dan instansi terkait dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mengidentifkasi berita-berita hoaks dan ujaran kebencian di media sosial melalui literasi digital, efektifnya literasi digital di masyarakat maka akan terbentuk lingkungan digital yang kritis dalam menanggapi isu-isu yang mengarah kepada pemberitaan bohong dan ujaran kebencian,” ujarnya.
Keterlibatan peranan masyarakat menjadi kunci efektifnya penanggulangan kejahatan, penegak hukum dapat melibatkan masyarakat untuk mencegah hoaks dan hate speech. Partisipasi masyarakat dalam usaha pencegahan kejahatan hoaks dan hate speech adalah suatu keterlibatan komunitas tersebut dalam mengidentifikasi masalah, menyelesaikan masalah dan mempergunakan kontrol sosial informal yang menggambarkan bahwa perasaan komunitas terjadi sehingga konsensus dapat muncul tentang apa yang diinginkan dan bagimana merealisasikan.
“Kejahatan diangggap sebagai konsekuensi dari ketidakmampuan dari komunitas untuk mengintegrasikan anggota individu dan institusi primer mereka secara baik,” tukasnya.
Dikatakan, literasi digital berpengaruh terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya hoaks dan ujaran kebencian dalam tahun politik 2024. Literasi digital tersebut salah satu upaya non-penal dalam rangka penanggulangan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian melalui digital.
“Langkah yang bisa dilakukan yaitu dengan mengoptimalisasi peran pemerintah melalui Kementrian komunikasi dan informasi, Polri dan Kejaksaan Agung dengan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat digital untuk melakukan sosialisasi peningkatan literasi digital terhadap masyarakat Indonesia,” katanya.
Literasi digital memberi titik tekan pada kemampuan kritis individu dalam menggunakan media digital, termasuk media sosial. Selain itu, menurutnya upaya-upaya yang dilakukan aparat dan pemerintah dalam menciptakan situasi kondusif juga telah berhasil.
“Juga tingkat kesadaran membaca dari masyarakat sudah mulai meningkat ya kan. Nah itu nanti kita bisa perlu melakukan penelitian lebih lanjut,” pungkasnya.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait