JAKARTA, iNews.id - Perkumpulan Penggarap Tanah Terlantar (P2T2) menanyakan kepada Kementerian Keuangan terkait realisasi atau tingkat kepatuhan yang diperintahkan oleh surat Menteri Keuangan RI nomor: S-1394/MK 011/1985 tanggal 24 Desember 1985 terkait persetujuan pelepasan areal-areal perkebunan PT Perkebunan XI.
P2T2 juga mempertanyakan apakah seluruh areal 5 perkebunan yang dilepas pemerintah didalam surat itu benar sudah dibayar oleh peminat/pembelinya sehingga pembayaran itu masuk ke kas negara. Ditanyakan juga apa keputusan dari Pemerintah jika sudah dibayar atau jikalau malah belum dibayar.
"Siapa juga badan hukum dan atau individu yang membayar tanah negara yang didistribusikan itu? Seperti apa akhir dari kontrol Pemerintah terhadap pelaksanaan surat itu?," ujar Direktur Eksekutif P2T2, Arman Suleman, SPd., MBA di Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Arman menegaskan, pihaknya menanyakan persetujuan pelepasan areal-areal perkebunan PT Perkebunan XI karena telah terbit Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang melahirkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
Apalagi PP 20 tahun 2021 menyebut bahwa tanah adalah modal dasar dalam pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat, bangsa, dan negara Indonesia. Karena itu, tanah harus diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Perlu ibu Menteri ketahui bahwa surat itu (persetujuan pelepasan areal-areal perkebunan PT Perkebunan XI) terbit setelah ada persetujuan dari Menteri Pertanian RI nomor: KB.550/431/Mentan/XI/1985 tanggal 12 November 1985 dengan perihal persetujuan pelepasan areal tanah PTP XI," paparnya.
Selain itu, sambung Arman, adanya persetujuan pelepasan areal tanah PTP XI melalui keputusan Menteri Pertanian tersebut lahir sebab ada surat keputusan Menteri Dalam Negeri RI nomor X.593/56352 tanggal 31 Agustus 1978 dan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat nomor: 104/Pm.132/Pem/SK/79 tanggal 27 Januari 1979 terkait beberapa areal tanah perkebunan PT Perkebunan XI yang terkena pemblokiran karena merupakan areal tanah perkebunan yang terletak di sekitar perkotaan yang tidak sesuai dengan perkembangan dan rencana pembangunan suatu daerah.
"Oleh karena itu maka areal tanah tersebut perlu ditinjau kembali peruntukan/penggunaannya dan perlu disesuaikan dengan perencanaan pembangunan kota," isi surat itu, papar Arman.
"Masyarakat penggarap akan sangat bangga jikalau demi keterbukaan informasi publik yang dijamin oleh UU Nomor 14 tahun 2008, Menteri Keuangan berkenan untuk menjawab surat kami," sambungnya.
Arman menuturkan, pihaknya mengajukan pertanyaan tersebut setelah P2T2 mendapat respons yang baik dari para Kepala Desa se Kecamatan Klapanunggal, Bogor, Jawa Barat. Sebab karena P2T2 adalah sebagai penatakelola para penggarap tanah negara sesuai dengan pembaharuan surat pernyataan menggarap nomor 075/PenggarapanP2T2/22 tanggal 17 Januari 2021 yang diketahui oleh Kepala Desa Nambo beserta pembaharuan surat pernyataan tidak sengketa nomor 075A/PenggarapanP2T2/22 tanggal 17 Januari 2021 yang juga diketahui oleh Kepala Desa Nambo.
Selain itu surat pernyataan menggarap nomor 088/PenggarapanP2T2/Bogor/22 tanggal 11 Februari 2022 yang diketahui oleh Kepala Desa Bantarjati serta surat pernyataan tidak sengketa nomor 088A/PenggarapanP2T2/Bogor/22 tanggal 11 Februari 2022 yang telah diketahui oleh Kepala Desa Bantarjati.
Kesepakatan bersama asas kemanfaatan penggarapan tanah negara dan surat kuasa pengurusan sertifikasi tertanggal 7 Februari 2021 juga diketahui oleh Kades Nambo dan Kades Bantarjati.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait