JAKARTA, iNews.id - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) belum lama ini menetapkan Label Halal Indonesia menggantikan logo bikinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya. Hal ini pun berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal sebagai pelaksanaan amanat Pasal 37 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.
Namun ternyata logo atau Label Halal Indonesia buatan Kemenag ini menuai kontroversi di dunia maya. Salah satunya dari pakar kaligrafi Arab yakni Khudori Bagus. Dia menilai logo halal Kemenag itu bisa terbaca "haram".
Mengkritisi logo halal Kemenag yang sedang viral. Jenis Khat yang dikenal ada 7 macam, di antaranya: Naskhi, Riq'ah atau Riq'iy, Diwani, Diwany Jaly, Tsulutsi, KUFI, dan al Farisy," ungkap Khudori Bagus dalam unggahan di akun Facebook-nya.
Dia menjelaskan, logo ini Basic Khat-nya Khat Kufi. Tapi pada huruf Ha (ح)-nya ada tambahan garis lurus menjulang ke bawah yang tidak relevan dengan gaya Khat Kufi.
Jika ini jenis Kufi, maka di bagian tengah ada huruf Lam (ل) yang gaya penulisannya bisa terbaca huruf Ra (ر). Di bagian akhir ada huruf Lam (ل) yang dibentuk mirip bulatan, ini tidak sesuai dengan kaidah Khat Kufi. Malah akan disangka sebagai huruf MIM (م)," paparnya.
Khudori menerangkan, maka jika di bagian depan dibaca Ha (ح), di bagian tengah terbaca Ra (ر), dan di bagian akhir terbaca MIM (م). "Maka logo itu tidak akan terbaca sebagai tulisan HALAL, malah akan dibaca HARAM (حرام)," tegasnya.
Dalam dunia kaligrafi, lanjut dia, jika sebuah karya terdiri dari jenis Khat Campuran, maka para ahli kaligrafi Arab lazim menyebutnya dengan Khat SYAKA (شكى). Yang mana Syaka ini pelesetan dari SYAKA-Bisa (Sebisanya) (Bahasa Sunda).
"Jadi desain logo di atas untuk selevel nasional kesannya dibuat terburu-buru yang seharusnya diciptakan melalui inspirasi selama tiga purnama," katanya.
Khudori mengungkapkan, kemudian logo itu mirip dengan Pintu Lakon wayang Jawa, yang mana hanya mencerminkan satu budaya saja yaitu Jawa, tidak mewakili semua budaya nusantara. Jadi, kesannya asal bukan Arab.
"SARAN: Sebaiknya pemilihan Font (Bentuk Huruf) pada logo ini menggunakan Font Standar dan tidak neko-neko, sebagaimana Font yang digunakan oleh negara-negara lain," pungkasnya.
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait