JAKARTA, iNewsBekasi.id - Masih banyak orang yang tidak memedulikan masalah deformitas atau kelainan bentuk tulang, mulai dari tulang belakang hingga kaki. Padahal, ini berkaitan dengan kualitas hidup.
Diketahui, deformitas adalah perubahan bentuk atau struktur suatu bagian tubuh dari bentuk normalnya. Deformitas juga dapat diartikan sebagai distorsi atau perubahan bentuk alami suatu bagian tubuh. Deformitas dapat bersifat bawaan (sejak lahir) atau didapat (terjadi setelah lahir akibat cedera atau penyakit).
Sementara, dibutuhkan pendekatan kolaboratif lintas subspesialisasi ortopedi dalam menangani berbagai tantangan deformitas tulang dan sendi, trauma, serta intervensi nyeri.
dr. Andra Hendrianto mengatakan pentingnya menyatukan sumber daya untuk menangani permasalahan tulang hingga kaki secara komprehensif untuk mengatasi masalah tersebut.
“Banyak masyarakat Indonesia yang mengalami kelainan bentuk tulang, mulai dari tulang belakang hingga kaki," kata dr. Andra dalam Orthopaedic Concurrent Meeting (OCM) 2025 di Jakarta pada 16–19 Juli 2025.
Ajang ini menjadi tonggak sejarah penting karena untuk pertama kalinya tiga asosiasi besar ortopedi di Indonesia bersatu dalam satu forum. Mengusung tema “Transforming Deformities: Collaborative Strategies for Better Outcomes”, OCM 2025 menghadirkan kolaborasi dari Perhimpunan Dokter Bedah Tulang Belakang Indonesia (IOSSA), Perhimpunan Trauma Ortopedi Indonesia (IOTS) dan Perhimpunan Intervensi Nyeri Ortopedi Indonesia (IOPIS).
OCM 2025 tidak hanya menjadi wadah bagi para dokter spesialis dan konsultan ortopedi, tetapi juga membuka pintu bagi mahasiswa kedokteran, dokter umum dan residen ortopedi. Mereka dapat memperdalam wawasan serta berdiskusi langsung dengan para pakar dari berbagai negara.
Ada 13 negara yang andil, termasuk Amerika Serikat, Italia, Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand dan India. Mereka berbagi pengetahuan melalui kursus teknis, lokakarya kadaver, kuliah umum, diskusi panel multidisipliner, hingga presentasi riset ilmiah.
Ketua PABOI, Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K), menyebut bahwa sekira 80 persen pasien deformitas yang datang ke klinik sudah dalam kondisi mengalami nyeri. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lintas disiplin untuk penanganan nyeri yang lebih efektif dan menyeluruh.
Ketua IOSSA dr. I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna menyoroti pentingnya pembaruan ilmu dalam bidang ortopedi tulang belakang. Saat ini, jumlah konsultan ortopedi tulang belakang di Indonesia hanya sekitar 138 orang, sementara Kementerian Kesehatan menargetkan setidaknya 500 dokter.
“Alat-alat untuk workshop sangat mahal, termasuk alat operasi dan instrumen lainnya. Karena itu, kami juga mengundang sponsor besar agar pelatihan berjalan maksimal,” ucap dia.
Dengan semangat kolaborasi dan pembaruan pengetahuan, OCM 2025 diharapkan mampu meningkatkan standar layanan ortopedi nasional serta memberikan dampak langsung terhadap kualitas hidup pasien di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.
Editor : Tedy Ahmad
Artikel Terkait
