JAKARTA, iNewsBekasi.id- Kontroversi kebijakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk PP Copolymer dan PP Homopolymer, serta pengenaan safeguard LLDPE, terus memicu penolakan dari berbagai pihak.
Empat asosiasi besar, yakni GAPMMI (Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia), GABEL (Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia), IPF (Indonesia Packaging Federation), dan ADUPI (Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia), secara tegas menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak kebijakan tersebut bagi industri hilir.
Keempat asosiasi menilai, kebijakan BMAD dan safeguard LLDPE justru berpotensi meningkatkan biaya bahan baku secara signifikan. Kondisi ini, menurut mereka, bukan hanya akan mengurangi daya saing produk lokal, tetapi juga membebani industri padat karya seperti sektor makanan-minuman, elektronik, dan daur ulang plastik.
Situasi ini bahkan disebut bisa membuka peluang masuknya produk impor jadi secara besar-besaran ke pasar domestik. Harga produk dalam negeri dinilai akan menjadi kurang kompetitif, yang akhirnya melemahkan posisi industri nasional.
Dalam pernyataannya, asosiasi menyebut kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp10 triliun, angka yang diyakini akan berdampak luas terhadap iklim investasi dan keberlanjutan lapangan kerja.
Meski menolak kebijakan tersebut, keempat asosiasi tidak datang dengan kritik semata. Mereka menekankan pentingnya kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) dan menyatakan komitmen untuk memberikan data supply-demand, proyeksi ekonomi, serta analisis harga bahan baku.
Langkah ini diharapkan dapat membantu pemerintah mengkaji ulang kebijakan secara lebih objektif dan adil.
Editor : Wahab Firmansyah
