JAKARTA, iNewsBekasi.id - SMA Pangudi Luhur Jakarta menandai perjalanan 60 tahun dengan semangat pluralisme dan toleransi, di mana Ikatan Alumni SMA Pangudi Luhur (IKPL) menggelar acara silaturahmi di Terowongan Silaturahim, penghubung antara Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal.
Kegiatan bertajuk “Empat Kunci, Satu Pintu Persaudaraan” ini menjadi bagian dari program Road to Lustrum XII, yang puncaknya akan digelar di kompleks SMA Pangudi Luhur, Brawijaya, Jakarta Selatan pada 15 November 2025.
Persaudaraan atau yang sering disebut “brotherhood” di kalangan peserta didik dan alumni SMA Pangudi Luhur begitu melekat bahkan merupakan identitas. Hal ini yang menjadi inspirasi digagasnya kegiatan bertema “Bikin Geter”, di mana persaudaraan tidak dibatasi oleh perbedaan, bahkan disyukuri sebagai kekayaan yang memperkuat dan melengkapi dengan semangat toleransi.
Kegiatan ini mempertemukan empat lembaga utama: Keuskupan Agung Jakarta, Masjid Istiqlal, Yayasan Pangudi Luhur, dan SMA Pangudi Luhur Jakarta. Momen bersejarah tersebut menjadi simbol harmoni antarumat beragama di tengah keberagaman bangsa.
Prosesi dimulai dengan kegiatan simbolik di Terowongan Silaturahmi dilanjutkan dengan misa di Gereja Katedral yang dihadiri oleh perwakilan Bruder FIC, guru, siswa dan alumni sekolah SMA Pangudi Luhur, perwakilan sekolah Katolik seperti Kanisius, Gonzaga, De Brito, Santa Ursula, Regina Pacis Jakarta, Regina Pacis Bogor, Tarakanita & Strada.
Di Terowongan Silaturahim para perwakilan berjalan dari dua arah, bertemu di tengah dengan membawa empat kunci sebagai simbol yang kemudian digunakan untuk “membuka pintu persaudaraan”. Simbol ini menggambarkan tekad bersama menjaga semangat pluralisme dan saling menghormati.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Suparman mengatakan bahwa perbedaan antara bangsa Indonesia bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk saling menjalin kasih sayang.
“Kita tidak perlu mempertentangkan perbedaan, karena semua agama mengajarkan kasih. Islam mengenal Ar-Rahman Ar-Rahim, Kristen mengajarkan kasih sesama manusia, demikian pula agama lainnya. Perbedaan itu nyata, tetapi bukan untuk dipertentangkan,” kata Suparman.
Sementara, Ketua Ikatan Alumni Pangudi Luhur (IKPL), Ichsan Perwira Kurniagung, menekankan makna Lustrum XII bukan sekadar perayaan usia sekolah, tetapi wujud nyata nilai kemanusiaan.
“Toleransi bukan slogan, tetapi komitmen. Keberagaman bukan alasan untuk terpecah, melainkan untuk saling merangkul,” ujarnya.
Kehadiran keluarga arsitek Masjid Istiqlal, Silaban, turut menjadi simbol persaudaraan yang telah terjalin sejak masa pembangunan dua rumah ibadah terbesar di Indonesia.
Ketua Yayasan Pangudi Luhur, Fransiskus Asisi Dwiyatno, FIC mengatakan kegiatan ini merupakan wujud nyata pendidikan humanis yang selalu dijunjung tinggi oleh lembaga Pangudi Luhur.
“Anak-anak Pangudi Luhur belajar untuk hidup bersaudara lintas budaya dan agama, sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia. Nilai inilah yang ingin kami wariskan kepada generasi penerus,” ujarnya.
Para alumni SMA Pangudi Luhur yang berkarya dan berbakti bagi bangsa Indonesia dalam berbagai bidang profesi selama ini telah mempraktekkan nilai yang ditanamkan sejak masa sekolah. Ini menunjukkan bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pengembang ilmu pengetahuan, juga karakter peserta didiknya.
Romo Benardus Teguh Raharjo, MSC yang merupakan alumni SMA Pangudi Luhur Angkatan 2001 dalam khotbah-nya menekankan pentingnya nilai persaudaraan (Brotherhood) yang dialaminya selama bersekolah dan menganjurkan para siswa-siswa untuk mempertahankan nilai-nilai luhur tersebut.
Dalam prosesi utama, empat kunci simbolik diserahkan, yakni kunci dari Masjid Istiqlal bergambar bulan dan bintang, lambang kedamaian, kunci dari Gereja Katedral bergambar salib dan daun zaitun, simbol kasih.
Kemudian, kunci dari Yayasan Pangudi Luhur melambangkan peran pendidikan sebagai pembentuk karakter dan kunci dari Ikatan Alumni Pangudi Luhur melambangkan semangat brotherhood lintas generasi dan iman.
Bruder Fransiskus Asisi Dwiyatno, FIC dari Yayasan Pangudi Luhur mengatakan pendidikan kami menanamkan karakter terbuka, penuh kasih, dan menghargai perbedaan. Nilai ini bukan hanya diajarkan, tetapi dihidupi.
Perayaan ini bukan hanya selebrasi enam dekade perjalanan, juga peneguhan semangat persaudaraan lintas agama menuju Indonesia yang damai dan bersatu.
Editor : Tedy Ahmad
Artikel Terkait
