Sorotan Para Pembahas: Bom Intelektual dan Keseimbangan IMTAQ-IMTEK
Dalam sesi diskusi, buku ini mendapat sambutan kritis dan positif dari dua tokoh muda intelektual:
Dr. Asep Kamaludin, M.Si, Wakil Dekan UPN Veteran Jakarta, menyamakan pengalaman membaca buku ini dengan menyelami pemikiran Al-Ghazali di era algoritma. Ia menekankan pentingnya konektivitas manusia dengan Sang Maha Pencipta agar tidak kehilangan arah dalam kondisi apa pun.
Muhammad Zainal Abidin, Ketua Pemuda ICMI Bali, menyebut buku ini sebagai "bom intelektual yang mengguncang zona nyaman berpikir kita." Ia mengakui judulnya menantang dan berpotensi disalahpahami, namun setelah dibaca tuntas, buku ini justru menawarkan kesadaran bahwa ilmu dan agama adalah sekutu abadi yang membawa manusia mengenal Tuhannya.
Secara umum, buku ini dianggap sebagai manifesto spiritual di era digital, yang membumikan warisan pemikiran B.J. Habibie tentang keseimbangan IMTAQ (Iman dan Takwa) dan IMTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Sementara antusiasme peserta, yang tidak hanya berasal dari internal Pemuda ICMI namun juga aktivis mahasiswa dan ormas Islam di Bali, melebihi ekspektasi. Diskusi berlangsung hidup, diwarnai pertanyaan kritis yang menunjukkan pengakuan kolektif bahwa masyarakat modern memang tengah mengalami krisis arah.
Buku "Teknologi Tanpa Tuhan" dinilai wajib dibaca saat ini. Ia bukan sekadar bahan koleksi, tetapi sebuah alarm keras yang mengingatkan bahwa jika manusia terlalu lambat berinovasi spiritual, teknologi akan menjadi terlalu kuat untuk dikendalikan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
