BANDUNG, iNews.id - Terungkap modus pemerkosaan terhadap 12 santriwati yang dilakukan pelaku HW (36) yang berprofesi sebagai guru ngaji di suatu pondok pesantren (ponpes) miliknya. Modus yang digunakan HW merayu hingga leluasa memperkosa 12 santriwatinya selama 5 tahun, sejak 2016 hingga 2021.
Berdasarkan fakta persidangan, HW mengimingi korban akan disekolahkan ke jenjang perkuliahan asalkan mau disetubuhi oleh pelaku.
"Berdasarkan fakta persidangan, dalam melakukan aksinya, para korban ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama Ponpes MH Antapani. HW membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan para korban akan disekolahkan sampai tingkat universitas," tulis Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam keterangan resmi yang diterima media, Kamis (9/12/2021).
LPSK berharap majelis hakim dapat memberikan hukuman setimpal bagi pelaku HW yang merupakan pemilik Ponpes TM Boarding Schooll Cibiru dan Ponpes MH Antapani, Kota Bandung.
Selain itu, LPSK mendorong Polda Jabar dapat mengungkap dugaan penyalahgunaan. Seperti eksploitasi ekonomi dan kejelasan aliran dana pesantren yang diduga dilakukan oleh pelaku HW dapat diproses lebih lanjut.
"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku ustaz HW untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," tulis LPSK.
Tak hanya itu, dana dari Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga dirampas pelaku HW. Di persidangan, salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas dan para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru Kota Bandung.
Karena itu, LPSK harus memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Kepada para korban, LPSK memberikan memberi perlindungan kepada 29 orang. Dari 29 orang dalam perlindungan LPSK itu, 12 di antaranya anak di bawah umur, yang terdiri atas pelapor, saksi, dan korban.
Kepada 29 orang itu mendapatkan perlindungan LPSK saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dengan terdakwa HW yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung dari tanggal 17 November sampai 7 Desember2021.
"Dari 12 orang anak di bawah umur korban pemerkosaan ustaz HW, tujuh di antaranya telah melahirkan anak pelaku HW," jelas LPSK. Serangkaian giat perlindungan yang diberikan LPSK, berupa penjemputan, pendampingan dalam persidangan, akomodasi penginapan, dan konsumsi, serta pemulangan.
Tentunya pelayanan ini diberikan guna memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang, dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu majelis hakim dalam membuat terang perkara.
"Saat memberikan keterangan dipersidangan, para saksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua atau walinya," tulis keterangan LPSK. Selain perlindungan selama proses persidangan, LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) dan Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
"LPSK juga memberikan bantuan pelayanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di rumah sakit," tutur LPSK. Terkait pengungkapan kasus ini, LPSK memberikan apresiasi kepada semua pihak yang telah bersinergi dalam penyelamatan, hingga pemeriksaan saksi dan/atau korban telah selesai dijalankan.
Apresiasi ditujukan kepada DP3AKB dan UPTD PPA Provinsi Jawa Barat yang telah melakukan langkah awal dalam memberikan pendampingan korban dan memberikan laporan kepada LPSKRI.
Kemudian, Polda Jabar yang melakukan gerak cepat dalam menangkap pelaku HW (36). Terakhir apresiasi diberikan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar dalam memproses hukum kasus.
Editor : Fatiha Eros Perdana